Headlines News :
Home » » Kurikulum 2013, Mau Dibawa Kemana??

Kurikulum 2013, Mau Dibawa Kemana??

Written By MAHA KARYA on Monday, March 25, 2013 | 3/25/2013

:: Burhanuddin Alkhairy ::
 
Pendidikan pada intinya adalah proses rekayasa atau rancang bangun kepribadian. Manusia sebagai subjek pendidikan memiliki potensi berubah dan mengubah. Berbagai factor mempengaruhi manusia, baik alamiah maupun factor ilmiah, secara sengajak atau tidak, akan menentukan keberadaannya. Proses berlangsunya pengaruh itulah yang disebut dengan pendidikan. Proses ini secara continue di alami oleh manusia, sehingga manusia mendapatkan suatu pengalaman, dan pengetahuan dari proses pendidikan yang dilalui menjadikan ia lebih beradab dan mulia. Salah satu tujuan pendidikan adalah mengarahkan peserta didik untuk mampu menjadi manusia seutuhnya yang religius, berkarakter dan berprestasi serta mampu berkompetensi menghadapi tantangan gobal.

Pendidikan karakter yang dikehendaki dalam kurikulum 2013 yang akan diterapkan pada tahun ajaran baru ini, merupakan upaya penyempurnaan dari tahun ke tahun. Kita perlu menyadari bahwa kurikulum 2013 tentukan “kitab” suci dari dunia pendidikan di Indonesia. Dimana kurikulum ini telah memiliki kriteria “wajib” dan “pilihan” untuk dilaksanakan pada setiap instansi terkait. Akan tetapi pada sisi lain, memiliki nilai yang kontradiktif bagi perkembangan dunia hari ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain ialah, tidak di “wajibkan”nya bahasa Inggris dan Ilmu Pengetahuan (sain) di tingkat dasar. Akan tetapi baru diterapkan pada tingkat SMP.

Hal ini tentu ada yang dikorbankan dari sisi eksternal dan interaksi Ilmu pengetahuan terhadap perkembangan IT sebagai salah satu produk dari Ilmu pengetahuan (sain). Betapa tidak, hal ini terasa terang-terangan sebagai “korban” dari kurikulum 2013 ini. Sejauhmana kesiapan guru mata pelajaran wajib untuk mengusai IT dan bahasa Inggris dalam mengajar? Dapat dipastikan bahwa di sekolah yang terdapat didaerah terpencil misalnya tentulah tidak didukung dengan sarana yang cukup untuk iut. Sebalik sekolah yang terdapat diperkotaan disaat guru mengajarkan mata pelajaran berbasis IT dan menggunakan bahasa Inggris, ternyata peserta didik sudah lebih dulu “mengakses” informasi yang disampaikan. Hal ini memiliki disintegrasi tujuan yang dikhawatirkan menyalahi dari harapan semula.

Mendeteksi persoalan ini, saban hari kita disuguhkan berita mengenai prilaku anormal peserta didik (siswa), tidak-tidak tanggung bahkan yang dulunya “tabu” didengar di negeri ini, sekarang begitu fulgar remaja kita memanfaatkan sarana itu dalam melakukan penyimpangan. Lalu bagaimana kurikulum 2013 ini dapat menjawab dinamika ini? Tentulah tidak memadai hanya sebatas sosialisasi saja, akan tetapi harus diiringi dengan persiapan individu-individu pendidikan yang memiliki teladan dan siap menghadapi dunia pendidikan. Kejujuran akademik dalam pelaksaan UN saja masih memprihatinkan, konon lagi sikap pengelola pendidikan yang acuh-tak acuh dalam memberdayakan semua potensi guru. Betapa banyak guru yang memiliki kompetensi hanya berputar dilingkaran elit (perkotaan, sekolah unggul) namun di pusaran bawah, minim sekali guru yang berkemampuan lebih sebagaimana diharapkan dalam kurikulum baru ini. Sangatlah di ada keseimbangan antara harapan Pemerintah dengan realita yang ada dilapangan.

Sebagian dari pakar, seakan jenuh berdebat tanpa selesai, sehingga banyak dari mereka yang kemudian berinisiatif menjalankan program Indonesia mengajar sebagaimana yang dilakukan oleh Anies Baswedan, program guru untuk daerah terpencil dan sebagainya. banyak pertanyaan yang tidak tuntas terjawab pada pelakanaannya, sehingga program yang dirancan dengan menggunakan anggaran publik itu hanya habis untuk kebutuhan seminar dan sosialisasi semata, tanpa menyentuh akar masalah.

Mau dibawa kemana??
Kurikulum baru ini, memiliki value ganda antara bermanfaat terhadap publik dan kepentingan elit. Ada kecendrungan bahwa guru hanya sebatas “jembatan” kepentingan sesaat yang kemudian menjadi korban dari kebijakan. Pengorbanan guru selalu tak akan ada batasan jasanya, tak cukup dengan sertifikasi semata, karena guru sesungguhnya berkorban itu tentu akan menjerit meneriakkan kepada dunia mengenai “buah simalakamanya” pendidikan di negeri ini. Dimanan nantinya ujung dari kurikulum 2013, apakah hanya pada pemerintah atau pendidik?? Hanya waktulah yan menjawabnya kelak, mudah-mudahan upaya memperbaiki pendidikan di negeri ini tidak berhenti di kurikulum ini.
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin