Headlines News :
Home » » Islam Menuntun Keseimbangan Hidup

Islam Menuntun Keseimbangan Hidup

Written By MAHA KARYA on Saturday, March 9, 2013 | 3/09/2013

Khatib: Dr. Zaki Fuad Chalil, M.Ag

Islam sebagai agama yang benar dan sempurna mengajarkan umatnya untuk hidup seimbang antara kehidupan pribadi dan masyarakat dan antara dunia dan akhirat. Untuk menjalani kedua kehidupan ini secara seimbang Allah swttelah menurunkan nidhamul hayat atau undang-undang kehidupan yang harus dipedomani manusia agar mereka dapat selamat dan berbahagia dalam menjalani kedua kehidupan ini karena berbeda dimensi waktu dan masanya.

Kehidupan manusia di dunia sangat terbatas sementara kehidupan di akhirat bersifat abadi atauExternal. Bila manusia salah dalam menentukan pilihan antara kedua kehidupan ini pastilah mereka akan merugi dan celaka sepanjang masa dan sudah pasti mereka tidak punya kesempatan mengulangi kembali untuk memperbaikinya karena penyesalan selalu datangnya terlambat.

Sikap Islam terhadap dunia adalah sikap pertengahan yang seimbang, karena itu Islam tidak memihak terhadap orang-orang yang menolak dunia secara keseluruhan seperti filsafat Barahimah di India, Manawiayah di Persia, kaum suci di Yunani dan sistem kependetaan pada agama Nasrani. Mereka tidak punya semangat untuk mendapatkan dunia ini seperti makanan, minuman, pakaian, dan perhiasan indah dunia lainnya.

Demikian pula, Islam tidak berpihak pada kelompok yang menjadikan dunia sebagai sembahan mereka. Mereka menjadikan harta sebagai “Tuhan” sehingga mereka diperbudak oleh harta seperti pandangan kaum Materialistis dan kaum dahriyyah di sepanjang masa dan tempat karena mereka berpandangan bahwa mereka tidak ada tempat untuk akhirat. Dalam hal ini Allah swt mengabadikan pemikiran mereka dalam surah al-An’am ayat 29: Dan tentu mereka akan mengatakan hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan...

Sementara itu, di sisi lain, Allah swt menegaskan bahwa umat Islam adalah umat yang pertengahan, artinya tidak berat sebelah dalam melihat kemilaunya dunia ataupun sangat peduli dengan kehidupan akhirat dan mengabaikan kehidupan dunia. Dalam surah al-Baqarah ayat 143 Allah swt berfirman yang artinya “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu umat Islam umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia agar rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu”.

Berdasarkan ayat ini dapat dipahami bahwa ruh kehidupan umat Islam adalah kehidupan pertengahan yang adil sebagai ciri khas umat Islam. Lebih jauh ciri khas pertengahan umat ini tercermin dalam keseimbangan yang adil yang ditegakkan oleh Islam di antara individu dan masyarakat, sebagaimana ditegakkannya dalam berbagai “pasangan” lainnya seperti dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, akal dan ruhani, lelaki dan perempuan, adanya siang dan malam dan sebagainya.

Agar memudahkan kita mendapatkan wawasan kejelasan makna keseimbangan yang dimaksudkan Allah swt marilah kita coba memahami dan menganalisanya lebih jauh beberapa ayat al-Quran sebagai salah satu mukjizat terbesar nabi Muhammad saw sepanjang masa karena al-Quran memperkenalkan dirinya sebagai kitab yang seimbang. Surah asy-Syura ayat 17 menyatakan bahwa: Allah swt yang telah menurunkan al-Quran dengan penuh kebenaran serta dengan timbangan (perimbangan).

Secara tekstual dan kontekstual, hasil penelitian yang dilakukan oleh AbdurrazaqNaufal dalam kitabnya al-Ijazal-‘Adadal Quran al-Karim(kemukjizatan dari segi Bilangan dalam Al-Quran) berdasarkan kenyataan bahwa penemuan tentang perimbangan angka-angka yang tidak hanya terbatas pada angka 19 sebagaimana terdapat dalam lafadh basmalah namun kesemuanya dihimpun atas dasar keseimbangan atau “al-Mizan” dalam istilah ayat di atas.

Lebih jauh marilah kita simak beberapa contoh ayat al-Quran sebagai bedah kasus yang menjelaskan keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonim, lawan katanya. Kalimat al-hayah/kehidupan dan al-maut/Kematian masing-masing disebutkan 145 kali. Angka ini bila dibagi 19 akan diperoleh hasilnya 7. Angka 7 ini sama dengan jumlah hari dalam seminggu.

Al-kufr/kekufuran dalam bentuk definite (tertentu) dan al-iman/iman) masing-masing disebutkan 17 kali. Jumlah ini sama dengan jumlah rakaat shalatyang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim lima kali sehari semalam. Nah bila masih ada di antara muslim yang enggan tidak melaksanakan shalat yang diwajibkan Allah kepadanya berarti ia termasuk dalam golongan kafir, dalam hal ini kufur nikmah (orang-orang yang tidak mensyukuri nikmat).

Selain itu, kalimat al-Qur’an,al-wahyu dan al-Islam masing-masing disebutkan 70 kali. Bila angka 210 dibagi 19 jumlahnya =12. Angka 12 ini sama dengan jumlah bulan dalam setahun. Sangat aneh bin ajaib bila seseorang yang mengaku muslim namun tidak percaya kepada al-Quran sebagai pedoman hidup yang abadi sepanjang masa dan tidak merasa malu dan berdosa mengaku dirinya muslim bahkan menjadi penentang nyata hukum-hukum Allah yang termaktubdi dalam sumber ajaran Islam, al-Quran dan al-sunnah, seperti penolakan pemberlakuan syariat Islam secara kaffah yang dilakukan oleh orang-orang Aceh yang notabene muslim semenjak indatunya. Nauzubillah min zalik.

Selain itu, kalimat al-maw’idhah,yang berarti nasihat, dan al-lisan/lidah masing-masing disebutkan 25 kali. Bilangan 25 ini sama dengan jumlah 25 nabi dan rasul yang wajib diimani oleh setiap muslim. Lebih jauh, agar lebih konkret dan memudahkan memahami makna keseimbangandi antara ajaran Islam marilah kita lihat beberapa contohnya dalam bidang Ekonomi danhukum Islam.

Dalam sistem ekonomi, Islam tidak menganiaya masyarakat lemah seperti dalam kapitalisme dan tidak pula mengebiri hak-hak dan kebebasan individu seperti dalam komunisme. Akan tetapi islam mendayung di antara kedua karang tersebut, pertengahan di antara keduanya, tidak menyia-nyiakan dan tidak berlebih-lebihan, tidak melampaui batas dan tidak pula merugikan sebagaimana firman Allah dalam surah al-Rahman ayat 7-9. “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca keadilan, supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu, dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu”.

Syariat Islam yang bersumber pada al-Quran akan memberikan keuntungan ganda dalam bentuk balasan di dunia dan akhirat, menghalangi manusia untuk mengikuti hawa nafsunya dan menjamin manusia yang melakukan kebaikan atas dasar keadilan dan supremasi hukum syariat dalam setiap kondisi, baik terang-terangan dan sembunyi-sembunyi.

Islam telah memberikan hak masing-masing dari individu dan masyarakat dalam konteks ekonomi secara utuh, dan menuntut penuaian segala kewajibannya. Islam memandang dunia sebagi tempat menanam dan jalan atau sarana menuju ke akhirat. Jalan tersebut harus indah dan menyenangkan kepada tempat tujuan dengan selamat dan aman. Sikap Islam terhadap harta merupakan bagian dari sikapnya terhadap kehidupan dunia. Al-Quran mengungkapkan tentang orang mukmin “karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat (Ali Imran 148).

Contoh pertengahan Islam dalam bidang hukum. Ayat-ayat al-Quran tentang hukum di dalamnya tidak ada yang memberatkan bagi manusia. Tidak akan ada kesulitan dan kesusahan sedikit pun dalam hukum-hukum syariat Islam, baik yang terkait konsep ibadah, muamalah, dan norma-norma agama. sebagaimana tercermin dalam beberapa firman Allah swt. “Allah swt menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu (Al-Baqarah/185). Atau “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”(QS al-Hajj/78) atau “Dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka” QS al-A’raf 157)

Secara umum bila kita teliti hukum-hukum yang ada dalam syariat Islam, kita tidak akan mendapatkan bentuk-bentuk kekerasan dan pemaksaan. Sebaliknya, malah kita akan menemukan kemudahan, keringanan, keluasan dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti dalam perjalanan, dalam kondisi sakit, dan dalam kondisi terpaksa yang dibolehkan untuk mengonsumsi makanan haram untuk menjaga hak hidup yang fithah, suci.

Mengakhiri khutbah ini marilah kita simak sebuah hadis Rasulullah SAW yang di dalamnya menuntun kita memahami bagaimana sesungguhnya wujud keseimbangan itu agar mudah dipahami secara praktis.

Seorang lelaki datang kepada Rasulullah saw seraya berkata: “Wahai Rasulullah apa yang harus aku katakan ketika aku meminta kepada Tuhanku? Rasulullah menjawab ucapkanlah ya Allah ampunilah aku, rahmatilah aku, sejahterakanlah diriku, berikan rizki(yang halal)kepadaku. Semua itu sesungguhnya telah terkumpul padamu, dunia dan akhirat (HR Muslim.)

Marilah kita selami makna hadis di atas bukankah doa ini yang selalu kita panjatkan kehadirat Allah swt setelah selesai shalat yang kita lakukan. Dengan memahami isi setiap doa dan pujian ketika shalat memungkinkan shalat yang pelaksanaannya sempurna syarat dan rukun terkumpullah di dalamnya keseimbangan hidup seorang muslim duniawi dan ukhrawi.

Sebagai makhluk yang memiliki dua dimensi, wajar kalau kita juga mengemban dua misi selama hidup di dunia. Pertama,misi yang bersifat duniawi, seperti berusaha mencapai kesuksesan secara materi. Kedua,misi rohani, semisal beribadah mendekatkan diri kepada Allah swt. Sosok ideal adalah yang berhasil mengawinkan kedua misi itu secara sempurna, dan mencapai kesuksesan pada keduanya secara berimbang.Wallahua’lambishawab
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin