Headlines News :
Home » » Bertuhan pada Media

Bertuhan pada Media

Written By MAHA KARYA on Wednesday, March 6, 2013 | 3/06/2013

Suka atau tidak suka, yang dilakukan oleh warga ketika bangun tidur pada pagi hari yakni mencari koran. Santapan pertama usai Shalat Shubuh yaitu membolak-balik halaman isi koran. Secara tidak sadar, masyarakat kecanduan untuk setiap hari memegang lembaran demi lembaran koran. Malahan bagi sebagian warga, pagi tidak merasa nyaman sebelum membaca koran.

Begitulah dunia mengubah perilaku warga. Karena itu tidak berlebihan ada ucapan dua hal yang menyebabkan dunia ini selalu terang-benderang yakni yang pertama sinar matahari yang terbit setiap hari dari ufuk timur dan yang kedua, pemberitaan melalui media. Pada era kini, dunia terasa gelap tanpa kehadiran media cetak, elektronik dan sebagainya. Menguasai informasi berarti memegang dunia. Kita ikhlas merogoh kocek untuk membeli koran karena haus informasi. Maka kita pun sebagian bertuhan kepada media yang bisa saja salah tulis, salah kutip atau sengaja menyebar berita fitnah untuk kepentingan tertentu. Berita koran diyakini benar tanpa dicek lagi.

Berbeda dengan televisi atau televisi yang cenderung kita tidak perlu membayar untuk menonton berita atau mendengar radio kecuali televisi berbayar, maka untuk membaca koran, kita mesti merogoh fulus setiap hari. Ada cara gratis membaca koran yakni sambil meneguk kopi di kedai kupi. Untuk hal ini, kita mesti membayar harga secangkir kopi. Kembali pada konsep, berita itu berharga. Tidak ada yang gratis.

Secara garis besar, mestinya koran yang yang dimiliki atau mengusung info-info yang berfaedah bagi umat Islam, maka koran itu laya k mendapat di hati pembaca. Dengan kata lain, umat Islam membeli dan membaca koran yang bernapas Islam sebagai rujukan informasi. Ironis memang, media-media  yang mengklaim sebagai pembawa obor Islam, yang mencerahkan pembaca dan sebagainya belum menepati urutan pertama di Indonesia.

Hingga kini, koran yang bergerak di koridor umum yang masih meraih oplah terbesar di Nusantara sekitar 500 ribu eksample per hari.  Ghalibnya lagi, jika koran itu pun dibagi graris dari Sabang-Marauke, pemilik koran masih untung. Sebab koran itu mengalir iklan-iklan dengan tarif 1 halaman sekali sekitar Rp 700 juta. Dan kita paham, iklan adalah urat nadi media. Tanpa iklan dan subsidi, maka media segera lumpuh alias megap-megap.

Bagaimana media yang mengusung misi Islam bisa menjadi tuan rumah di negeri yang mayoritas Islam?

Yang mesti dipahami, pembaca koran secara umum tidak fanatik pada media tertentu. Warga menyukai pemberitaan yang memuat isi berita dari berbagai sisi sehingga pembaca mendapat wawasan baru. Jika isi koran sudah menyentuh hati pembaca, maka koran itu akan selalu dipercayai. Untuk hal ini, jajaran redaksi mesti menyadari apa yang dibutuhkan oleh pembaca yang bisa mencerdaskan para pembeli. Kaitan lanjut dari meningkatnya oplah serta distribusi yang merata di penjuru daerah, maka pemasang iklan pun antri.

Bagaimaan hal-hal itu bisa terwujud?  Maka sangat dibutuhkan manajemen yang tepat dan cepat. Sistem kerja  yang jelas dan terukur akan mendongkrak kinerja reporter atau wartawan dalam menelisik sebuah informasi. Lazim terjadi, umat Islam tidak mahir dalam urusan manajemen. Padahal Ali bin Abi Thalib sudah mengingatkan yakni kebaikan yang tidak terorganisir bisa dikalahkan oleh keburukan yang terorganisir. (Murizal Hamzah)
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin