Kemiskinan merupakan pintu masuk bagi kaum missionaris dalam mempengaruhi aqidah ummat islam. Kemiskinan pula menjadi tujuan utama bagi kaum missionaris masuk ke wilayah-wilayah yang penduduknya Islam tapi hidup lapar. Demikian ungkapan Fatimah Az-Zahra, Ketua Umum Persatuan Mualaf Aceh Sejahtera (PMAS) saat ditemui Gema kemarin.
Apa yang disampaikan ketua PMAS ini, tidak bergeser dengan apa yang disabdakan Rasulullah Saw bahwa, “hampir-hampir kefakiran itu mendekati kekafiran”(Hadits). Sehingga, menjadi salah satu alasan bagi wanita bermata sipit dan kulit kuning langsat ini bersama rekan-rekannya mendirikan lembaga PMAS sebagai wadah berkumpulnya para Muallaf.
PMAS yang didirikan 7 Maret 2011 itu bertujuan untuk meningkatkan pemahaman keagamaan bagi Muallaf, pemberdayaan Sumber Daya Manusia dalam berpartisipasi pembangunan Aceh, serta meningkatkan kesejahteraan para Muallaf.
Fatimah menjadi Muallaf sejak tahun 1994. Ia dilahirkan di Banda Aceh, 21 Juni 1976 dari sebuah keluarga berpenganut agama Budha. Menurutnya, selama ini PMAS telah melaksankan sejumlah kegiatan seperti pengajian rutin sebulan sekali di Musalla Pemko Walikota Banda Aceh.
Selain itu, juga ada kegiatan pemberdayaan kesejahteraan anggota dan bantuan sosial sesama para Muallaf. Baru-baru ini pihaknya juga mendapat tawaran program penanggkaran puyuh dengan program kerjasama PMAS dengan Baitul Mal kota Banda Aceh untuk 25 Kepala keluaraga. Menurut Ibu lima anak ini, sekarang anggota PMS untuk Banda Aceh dan Aceh Besar berjumlah sebanyak 400 orang.
“Yang penting mereka dapat bertahan hidup dulu, karena umummnya para Muallaf di Banda Aceh dan Aceh Besar hidup dalam kemiskinan. Demi islam yang dipercayainya, mereka diusir, tanpa modal, dan tanpa mendapat harta warisan dari keluarganya,” jelas Fatimah.
Fatimah mengaku selama ini sudah ada perhatian dari Pemko Banda Aceh, Dinas Syariat Islam, dan BPM Kota Banda Aceh. Sehingga, hubungan sinergisitas ini menjadi langkah awal untuk lebih maju.”Setiap adanya orang masuk islam, selama ini kita selalu dipanggil,” ujarnya.
Namun demikian, yang menjadi kendala bagi anggotanya kata Fatimah adalah tidak adanya akses pinjaman modal usaha untuk anggota mereka. Para anggota PMAS banyak perprofesi sebagai buruh kasar, tukang becak, dan hanya beberapa orang yang dapat berwiraswasta.
Ditanya soal kasus pembabtisan di Neuheun Aceh Besar beberapa waktu lalu, ia menjelaskan hasil penelitian lembaga Arimatea di Aceh Besar dan Banda Aceh terdapat sekitar 18 kasus pembabtisan, umumnya terjadi ditempat-tempat yang ekonomi masyarakatnya masih labil.
Sebenarnya, tambah dia, isu minimnya kepedulian pemerintah terhadap kaum miskin menjadi tujuan utama pendanaan secara besar-besaran Misionaris di Aceh, “ini jadi tugas, kerja kita, dan tanggung jawab seluruh umat Islam untuk menyelamatkan aqidah saudara-saudaranya,” pungkasnya. (marmus)
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !