Oleh: Dr. Syabuddin Gade, M.Ag
Krisis aqidah merupakan salah satu krisis terparah yang melanda kehidupan umat Islam, terutama di kalangan generasi muda. Sebagai contoh, betapa banyak generasi muda Aceh sukses dibujuk rayu ke jalan sesat sehingga mereka menjadi pengikut setia aliran sesat, Millata Abraham, mukmin muballigh ataupun lainnya.
Mesjid Raya Baiturrahman pernah menjadi saksi bisu, ketika mereka rame-rame diajak berikrar untuk “taubat” (?) dan kembali pada ajaran Islam yang benar. Krisis aqidah yang melanda generasi mudia muslim ini tentu menjadi kewajiban semua umat Islam untuk mengantisipasi atau mengatasinya sedini mungkin. Karena itu, khutbah pada hari mulia ini mengambil judul “Menanam Aqidah Islam pada Generasi Muda”.
Sehubungan dengan judul ini, setidak-tidaknya terdapat tiga pertanyaan utama yang perlu dijawab, yaitu; Pertama, apakah aqidah Islam itu? Kedua, siapakah yang disebut generasi muda? Ketiga, bagaimana pula aqidah Islam itu ditanam ke dalam jiwa generasi muda? Semoga jawaban dari ketiga pertanyaan ini menjadi bahan renungan dan iktibar bagi kita semua.
Apakah aqidah Islam
Peranyaan pertama, apakah aqidah Islam itu? Aqidah Islam secara ringkas itulah iman sesuai ajaran Islam. Jika orang bertanya lagi, apakah iman itu? Secara etimologis kata iman berasal dari bahasa Arab yang artinya pembenaran hati (percaya). Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan/perbuatan (Lihat: At-Taudhiih wal Bayaan li Syaratil Iimaan, karya Imam Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, dan At-Tauhid Lish Shaffits Tsani Al-’Ali, karya Al-Allamah Shalih Fauzan Al-Fauzan).
Jika orang bertanya, apa isi aqidah Islam itu? Jawabannya adalah beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari kemudian serta beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk. Keenam rukun iman ini merupakan inti daripada aqidah Islam. Dalil-dalinya, antara lain;
Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya demikian pula orang-orang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. Kami tidak membeda-bedakan antara seorang rasul dengan yang lainnya (QS. Al-Baqarah: 285).
Khusus mengenai takdir, Allah berfirman: "Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar:49). Nabi Muhammad SAW juga bersabda: "Iman adalah: kamu beriman kepada Allah dan malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian dan takdir yang baik maupun yang buruk." (HR. Muslim).
Siapakah generasi muda
Pertanyaan kedua, siapakah yang disebut generasi muda? Istilah generasi muda (syabbun/fata) adalah suatu istilah yang tidak asing, istilah ini umumnya merujuk pada sosok anak manusia yang memiliki kemampuan luar biasa, baik kemampuan fisik, mental, intelektual maupun moral yang sedang berada dalam tingkat perkembangan dan daya guna yang optimal. Pemuda adalah lambang kekuatan, kekuasaan, vitalitas, dan energi yang memiliki kemampuan untuk menemukan dan menciptakan sesuatu dalam bentuk yang terbaik. Sejarahpun mencatat bahawa pengibar panji Islam dari masa ke masa hampir semuanya didominasi oleh sosok generasi muda. Sebut saja nama-nama terkenal seperti Ashabul Kahfi (QS. Al-Kahfi: 13), Yusuf AS, Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid, Umar bin Abdul Aziz, Thariq bin Ziyad, Salahuddin Al-Ayyubi, Muhammad Al-Fatih, Hasan Al-Banna dan lain-lain.
Generasi muda biasanya memiliki hasrat yang tinggi untuk melakukan suatu perubahan. Hal ini menjadikan mereka berpotensi untuk berbuat kebajikan, dan juga potensial untuk membuat keonaran. Jika dikembangkan kearah positif maka para pemuda dapat menjadi asset yang berharga bagi agama dan bangsa. Misi Islam yang sebenarnya, adalah pengarahan manusia mencapai derajat kemanusiaan yang luhur, yang sesuai dengan kemuliaan manusia, yaitu memiliki budi pekerti mulia dan bersikap luhur sesuai dengan kemuliaan manusia sebagai pemimpin (khalifah Allah) di muka bumi.
Asy-Syahid Hasan Al-Banna rahimahullah menggambarkan bahwa generasi muda berkepribadian Islami haruslah memiliki 10 ciri, yaitu; salim al-aqidah (selamat dalam aqidah), shahih al-‘ibadah (benar dalam beribadah), matin al-khulq (berakhlak kokoh/mulia), mustaqqaf a-fikr (intelek dalam berfikir), mujahadah linafsihi (berjuang melawan nafsu), harishun 'ala waqtihi (pandai menjaga waktu), munazhzhamun fi syu'unihi (teratur dalam menjalankan suatu urusan), qadirun 'ala al-kasbi (mandiri) dan nafi'un lighairihi (bermanfaat bagi orang lain). Selain itu, pemuda Islam juga dituntut supaya membuat masa muda lebih bermanfaat lagi. Untuk itu, pemuda muslim metilah idealis, kreatif, selalu ingin tahu, berani, pantang menyerah, optimis, beribadah dan beramal shaleh, selalu belajar dan rajin mencari ilmu.
Cara menanam aqidah
Pertanyaan ketiga, bagaimanakah cara menanam aqidah Islam itu ke dalam jiwa generasi muda sehingga mereka menjadi generasi mud muslim yang ideal? Jawaban terhadap pertanyaan ini boleh jadi multi perspektif, karena jawabannya mengarah ke strategi di mana semua kita punya hak untuk memilih atau merancang strategi yang dianggap paling jitu. Dalam kesempatan yang singkat ini khatib ingin menawarkan strategi berkesinambungan (siyasah tadrijiyyah ) yang patut dijadikan bahan pertimbangan dalam penanaman aqidah Islam pada generasi muda kita.
Langkah-langkah dalam strategi berkesinambungan ini antara lain sebagaimana berikut; Pertama memilih jodoh yang kuat agamanya. Sehubungan dengan memilih jodoh ini, Rasulullah saw bersabda; "Artinya: Wanita dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, menangkanlah wanita yang mempunyai agama, engkau akan beruntung." (H.R. Muttafaqun ‘alaih).
Dari pasangan suami-isteri yang kuat agama diharapkan akan melahirkan keturunan yang taat menjalankan ajaran agama. Pasangan yang taat menjalankan ajaran agama menjadi modal dasar dalam pembentukan generasi muda Islami dan ini merupakan salah satu keberuntungan besar.
Kedua, bimbingan indera pendengaran (al-sam’u) dan penglihatan (al-basar) anak dengan ajaran Islam. Misalnya, sejak kecil memperdengarkan suara-suara yang Islami seperti suara azan, iqamah, kalimah thaiyyibah, shalawat, ayat-ayat al-Qur’an, hadis atau pelbagai do’a; memperlihatkan perilaku-perilaku mulia, terutama dari orang tua dan keluarga;
Ketiga, pembiasaan. Ketika anak sudah mumayyiz dan mampu berbicara, orang tua mulai membiasakan anak untuk mengucapkan dan menghafal rukun iman; membiasakan membaca dan melaksanakan ajaran agama; mencegah dan menjauhkan mereka dari ucapan dan perilaku tidak terpuji; mulai memperkenalkan Bahasa Arab sederhana sebagai modal dasar di kemudian hari sehingga lebih memudahkan anak dalam memahami ajaran agama.
Keempat, penjelasan dengan contoh sederhana. Jika anak-anak sudah mampu berfikir abstrak, penjelasan orang tua atau guru mengenai rukun iman sebaiknya disertai dalil dengan contoh sederhana, baik naqli maupun dalil ‘aqli. Anak-anak perlu dituntun untuk terus belajar Bahasa Arab, menghafal ayat-ayat al-Qur’an dan al-hadis yang berhubungan dengan iman; tidak mengarahkan anak memahami sesuatu dalam keadaan “taqlid buta”. Pada tahap ini pula, anak-anak dituntut untuk belajar dan mengamalkan ajaran agama seperti shalat, puasa, bersedekah, dan lain-lain. Pengamalan ajaran agama ini merupakan bukti beriman secara aktual.
Kelima, penjelasan rasional dan argumentatif. Ketika anak sudah berumur remaja di mana mereka sudah mulai “berfikir kritis”, maka pada tahap ini orang tua/guru diharapkan juga mampu memberikan penjelasan tentang iman dengan dalil naqli dan ‘aqli secara lebih mendalam dan argumentatif; mereka terus dibina untuk memperdalam Bahasa Arab; mengintensifkan pembelajaran tauhid, dan ilmu-ilmu usuliddin lainnya; menyentuh lubuk hati mereka untuk meningkatkan kualitas iman melalui khabar gembira ataupun khabar takut;
Keenam, Islamisasi pendidikan. Semua institusi pendidikan di Aceh misalnya, berbasis agama, bukan berbasis sekuler. Islamisasi pendikan antara lain mencakup; Islamisasi guru, islamisasi materi, islamisasi tujuan, islamisasi metode, islamisasi media, islamisasi lingkungan dan Islamisasi semua aspek yang berhubungkait dengan pendidikan. Melalui islamisasi pendidikan, diharapkan iman anak-anak dan para pemuda akan semakin kokoh dan mencintai agamanya.
Ketujuh, pengawasan tripusat pendidikan. Pengawasan dari orang tua, guru dan masyarakat sangat penting dalam meraih kejayaan menanam aqidah Islam pada generasi muda. Selama ini banyak generasi muda kita terjerumus ke dalam aliran sesat, karena lepas kontrol. Para pemuda hidup di kota bagaikan burung lepas dari sangkarnya, tak ada yang menegur dan mengawasi, mereka hidup di kos-kosan, mereka begitu “merdeka”, jauh dari kehidupan agamis. Pihak institusi pendidikan pun sepertinya lepas tangan terhadap kehidupan pelajar atau mahasiswa di luar jam belajar. Jika kondisi seperti ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan aqidah generasi muda dan perilaku mereka akan semakin jauh dari ajaran agama.
Kedelapan, berdoa. Jangan remehkan do’a untuk mencapai kesuksesan dalam menanam aqidah Islam pada generasi muda kita. Nabi Ibrahim a.s, misalnya, beliau dengan khusyuk berdo’a kepada Allah: “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh]" (Q.S. Ash-Shaffat: 100). Begitu pula Nabi Zakariya, beliau berdo’a kepada Allah; "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa." (QS. Ali ‘Imran 38). Berdo’a kepada Allah sangat penting, sebab bagaimanapun juga kesuksesan menanam aqidah Islam pada generasi muda tergantung pada hidayah Allah. Wallahu A’lam.
Khatib, Dosen Fatar IAIN Ar Raniry
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !