Headlines News :
Home » » Fiqih Sosial Belum Popular

Fiqih Sosial Belum Popular

Written By MAHA KARYA on Tuesday, April 12, 2011 | 4/12/2011

Prof. Tgk. H. Yusni Sabi, Direktur P3KI Aceh

Selama ini, pengajian di balai-balai masih bertumpu pada fiqih ibadah. Kajian Islam komperhensif, seperti fiqih ekonomi, sosial, lingkungan dan politik, belum popular. Berikut tanggapan Direktur Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) Aceh Prof. Tgk. H. Yusni Sabi yang dituturkan pada Muhammad Meflin.

Historis balai pengajian di Aceh?
di Aceh, pengajian sejak dahulu kala itulah lembaga pendidikan. Baik yang bertempat di masjid, meunasah, dayah, balai, zawiyah, itu semua adalah balai pengajian. Cuma sayangnya, tidak ada balai pengajian atau dayah yang bertahan lama di Aceh. Itu karena tidak dimasukkan ke dalam sebuah sistem manajemen yang bonafit dan berjangka panjang. Semuanya tergantung pada perseorangan. Apakah itu teungku, teungku chik, teungku di balee, teungku di rangkang, macam-macam. Hanya karena potensi, kesediaan, dan hidup mereka, balai itu bertahan. setelah itu tidak ada kesinambungan. Seharusnya balai pengajian itulah yang kelak menjadi sebuah universitas besar di Aceh.

Realitas pendidikan di Aceh sekarang?
Sekarang kita masuk era moderen pendidikan perguruan tinggi. Adapun balai pengajian yang sudah bertahan, namanya dayah. Tapi ingat, dayah kita jarang sekali bertahan lama. Tidak seperti di negara Timur Tengah. Misalnya di Tunisia ada yang namanya Zawiyah Zaituniyah. Di Kairo, Mesir, juga ada balai pengajian atau dayah yang dibuka oleh Jenderal Johar, telah menjadi Universitas Al-Azhar yang usianya lebih seribu tahun. Bahkan Al-Azhar termasuk lembaga paling kaya di Mesir. Kadang-kadang Pemerintah pun pinjam uang ke mereka.

Kenapa fiqh politik, fiqh lingkungan, dan sejenisnya kurang disentuh?
Problem kita selama ini, yang dianggap ustadz, guru, teungku, ulama adalah mereka yang paham fiqh saja dalam arti fiqh ibadah. Jangan-jangan sebahagian ulama, fiqih zakat pun kurang. Ketika berbicara masalah zakat, hanya diurus bagaimana kita bagi, untuk siapa kita bagi, bukan bagaimana meningkatkan pemuzakkinya, bagaimana agar orang Islam itu makmur dan punya usaha. Sehingga akan lebih banyak muzakki ketimbang mustahik. Sedangkan fiqih zakat saja belum komprehensif dipahami, apalagi fiqih politik, sosial, ekonomi dan sebagainya.

Padahal semua sudah ada pedomannya di dalam ayat dan hadits. Tentang kerja keras, lingkungan, sosial, politik, ekonomi, luar biasa banyaknya ayat dan hadits tentang itu. Memang sekarang sudah dirumuskan fiqih zakat, fiqih lingkungan, fiqih politik, tetapi belum menjadi kurikulum di dalam pengajaran-pengajaran. Baik di balai pengajian, madrasah, sekolah, dayah, dan sebagainya, belum popular. Padahal ini penting sekali.

Selama ini kita selalu bertumpu kepada fiqih tradisional atau fiqih ibadah melulu, tidak pada fiqih sosial. Jadi outputnya kesalehan pribadi, bukan kesalehan sosial. Saya kira, balai-balai pengajian, para da’i atau ustadz, baik di sekolah, di madrasah, atau di dayah, harus meningkatkan pengetahuannya. Bekali para guru dengan ilmu-ilmu fiqih yang berwawasan lingkungan, sosial, politik dan sebagainya.

Terkait kurikulum dan pengajar untuk balai pengajian?
Sesederhana apa pun balai pengajian, urusan yang harus diperhatikan adalah apa yang diajarkan dan siapa yang mengajarkan. Pengajar yang mengajar di balai pengajian haruslah orang-orang yang menyadari nilai-nilai Islami. Kurikulum yang diajarkan harus berdasarkan kepada tiga pilar. Pertama ketrampilan. Misalnya membaca, menghafal, itu ketrampilan, termasuk cara wudhuk, cara shalat dan sebagainya. Pilar kedua adalah Ilmu. Apa makna Al-Quran, apa makna hadits. Apa makna kehadiran Nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil’alamin. Kemudian pilar ketiga dan tertinggi adalah nilai. Bagaimana orang yang diajarkan dapat bersikap atau beraklak mulia. Hidupnya dapat menjadi rahmat bagi lingkungannya.

Siapa yang seharusnya merumuskan hal itu?
Tentu lembaga-lembaga yang punya otoritas, yang sudah disediakan kantornya, dan petugasnya pun sudah ada gaji. Termasuk Kanwil Agama, Pemerintah Daerah via Dinas Syari’at Islam atau Badan Dayah. Sekarang hanya memperluas wawasan saja. Lalu bekerjasamalah dengan lembaga-lembaga independenden atau swasta. Apakah itu WALHI, MAA, pemerhati politik, ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya. Termasuk dengan organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU, Al-Washliyah dan lainnya. Tapi pemerintahlah yang harus lebih dahulu mengambil inisiatif. Namun, ketika mereka tidak sanggup memikirkan atau melaksanakannnya, ajaklah para pakar di bidangnya.

Para ulama dan cendikiawan harus juga mengingatkan pemimpin. Jihad yang paling afdhal adalah mengingatkan para pemimpin ketika lalai. Caranya bisa dengan lisan atau tulisan, asal santun. Senantiasa perluas wawasannya. Jangan hanya memperhatikan apa yang sudah ada di dalam kitab. Lihat lingkungan sosial, politik, ekonomi. Agar mereka dapat memberi input kepada lembaga-lembaga yang sudah ada.
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin