Headlines News :
Home » » Membuktikan Janji dalam Kenyataan

Membuktikan Janji dalam Kenyataan

Written By MAHA KARYA on Monday, October 5, 2009 | 10/05/2009

Dr. Tgk. H. Syukri M. Yusuf, Lc., MA

Janji secara umum adalah refleksi sosial manusia dalam kehidupan berinteraksi atau muamalah dengan yang lain. Karena itu janji memang mudah dibuat dan ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan. Betapa banyak orang yang mudah mengobral janji tapi tak pernah menunaikannya. Betapa banyak orang yang enteng berjanji untuk bertemu namun tak pernah menepatinya.


Dan betapa banyak pula orang yang berhutang dan akan membayar pada waktu tertentu namun menyalahi janjinya. Padahal, Rasulullah SAW telah banyak memberikan teladan dalam hal larangan untuk melanggar janji sekalipun janji itu terhadap anak-anak dan orang kafir.

Secara garis besar, janji dapat dibagi menjadi tiga: Pertama, janji manusia kepada Allah SWT. Janji ini diikrarkan secara bersama-sama di hadapan Allah SWT sebagai jawaban pengakuan manusia terhadap pertanyaan Allah SWT di alam Malakut. Sebuah pertanyaan dilontarkan kepada setiap ruh manusia sebagai anak cucu Adam a.s agar senantiasa beriman bahwa Allah SWT sebagai Tuhannya, yang tertuang dalam firman berikut.

"Dan, ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka: "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul, kami menjadi saksi". (QS: Al-A`râf: 172).

Di dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa setiap anak manusia yang dilahirkan ke dunia sudah membawa amanah atau janji untuk beriman dan selalu mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhannya yang harus dipatuhi dan disembah dengan segala upaya dan potensi yang telah dianugerahkan. Selalu berusaha untuk beriman, patuh dan taat kepada Allah SWT adalah wujud menepati janji kepada-Nya.

Kedua, janji manusia kepada dirinya sendiri, janji ini bisa berbentuk ungkapan untuk memberikan motivasi kepada diri sendiri agar mau melakukan amal kebajikan atau meningkatkannya. Oleh Fuqaha` (ulama` fiqh) janji ini biasa diistilahkan dengan nadzar dan sumpah.

Kedua janji dimaksud harus ditunaikan sesuai dengan yang dijanjikan. Janji dalam format nadzar disebutkan Allah SWT dalam surat Al-Insan: 7. “Mereka menunaikan nadzar dan takut akan suatu hari yang adzabnya merata di mana-mana".

Sementara janji dalam format sumpah disebutkan Allah SWT hukumnya dalam surat Al Maidah: 89. "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud, tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu".

Ketiga, janji manusia kepada pihak lain, baik kepada individu, kelompok, organisasi, agama maupun partai dan bahkan termasuk janji kepada negara dan pemerintah. Janji inilah yang difirmankan Allah SWT dalam Al Quran ketika menjelaskan sifat-sifat orang Mukmin yang berhak mendapat warisan surga Firdaus. Di antara sifat-sifat itu adalah selalu menjaga amanat dan membuktikan janjinya. Allah SWT berfirman: "Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanatnya serta janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. Mereka itulah yang akan mewarisi. Yaitu orang-orang yang mewarisi surga Firdaus, Mereka kekal di dalamnya. (QS: Al Mukminun: 8-11).

Di dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: “Jagalah enam perkara dari kalian niscaya aku jamin bagi kalian surga; jujurlah bila berbicara, tepatilah jika berjanji, tunaikanlah apabila kalian diberi amanah, jagalah kemaluan, tundukkanlah pandangan dan tahanlah tangan-tangan kalian (dari sesuatu yang dilarang).” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Ash-Shahihah no. 1470)

Adalah hal yang sangat esensial dan signifikan bila makna ayat dan hadits di atas dapat diaktualisasikan sebagai bentuk prilaku seluruh lapisan masyarakat. Alangkah indahnya, jika “membuktikan atau menepati janji” itu menjadi sebuah karakter kehidupan masyarakat Muslim sehari-hari. Sebaliknya, sungguh tidak bisa dibayangkan ketika suatu masyarakat sudah tidak mengindahkan lagi etika menepati janji yang dibawa dan diajarkan oleh Rasulullah SAW. Manusia akan selalu resah dan gelisah, dihantui oleh kekhawatiran serta buruk sangka dalam segala interaksi yang terjadi antar sesama mereka.

Menepati janji merupakan akhlak terpuji yang paling utama. Karenanya para rasul yang merupakan panutan umat dan penyampai risalah Allah SWT kepada manusia semuanya menghiasi diri mereka dengan akhlak yang mulia ini. Adalah Ibrahim a.s, nabi Ulul 'Azmi dan bapak para nabi, oleh Allah SWT menggambarkannya sebagai orang yang menepati janji sebagaimana tertuang dalam firman berikut: “Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji.” (An-Najm: 37). Dan tentang Nabi Ismail a.s Allah gambarkan: “Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya”. (QS. Maryam: 54). Demikian juga dengan nabi-nabi yang lain.

Adapun Nabi Muhammad SAW memiliki andil yang sangat besar dalam masalah ini. Sebelum diutus oleh Allah, Rasulullah SAW telah dijuluki dengan Al Amiin (sebagai seorang yang jujur lagi terpercaya). Maka tatkala beliau diangkat menjadi rasul, tidaklah perangai dan sifat yang mulia ini kecuali semakin sempurna pada dirinya. Sehingga tidak saja para shahabat beliau akan tetapi orang-orang kafir pun sangat mengaguminya.

Karena sumpah/janji adalah hutang yang harus dibayar maka di dalam banyak ayat Al-Qur`an Allah mengingatkan agar semua orang memperhatikan betul permasalahan ini dan memberi dorongan serta memerintahkan untuk menepatinya. Allah SWT berfirman: “Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya.” (QS. An-Nahl: 91) Dalam ayat lain Allah juga berfirman: “Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra`: 34)

Sebenarnya perintah membuktikan janji dan memelihara ikatan perjanjian tidak terbatas hanya sesama kaum muslimin bahkan terhadap musuh pun demikian. Sekian banyak perjanjian yang telah diikat antara Nabi SAW dan orang-orang kafir dari ahlul kitab dan musyrikin, tetap beliau SAW menjaganya sampai mereka sendiri yang memutus tali perjanjian itu. Dalam konteks ini Allah berfirman: “Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (At-Taubah: 4)

Seperti halnya terhadap orang dewasa kewajiban menepati janji juga berlaku terhadap anak-anak. Ini sangat penting untuk disadari oleh setiap orang tua atau orang dewasa agar kita tidak mengajarkan dan menanamkan pada diri anak sifat jelek atau perangai tercela dengan melanggar janji-janji kita kepada mereka.

Demikianlah perintah dan penegasan Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan petunjuk Rasulullah SAW untuk senantiasa menjaga, memelihara, dan melaksanakan janjinya. Hal ini mencakup janji seorang hamba kepada Allah SWT, janji hamba dengan hamba, dan janji atas dirinya sendiri.

Namun perintah di atas sering dipandang sebelah mata oleh banyak kalangan. Karena itu tidak sedikit orang yang hanya bisa memberi janji-janji manis yang tidak pernah ada bukti dalam alam nyata. Tidakkah mereka takut kepada adzab Allah SWT karena ingkar janji? Tidakkah mereka menyadari bahwa ingkar janji adalah prilaku Iblis dan para munafiqin? Dalam haditsnya yang masyhur, Rasulullah SAW menjelaskan tiga indikasi seseorang dapat dikatagorikan sebagai orang munafik. Di antaranya adalah apabila berjanji maka tidak menepatinya.

Janji memang cara yang jitu untuk menarik manusia ke jalan yang tidak benar, apalagi kalau orang yang dijanjikan itu cinta dunia dan kehidupannya, ditambah lagi jika kehidupan dunianya lagi morat-marit maka sangat mudah tergiur dengan janji-janji manis. Karena itu, salah satu kiat syaitan dalam mengoda dan menyesatkan manusia adalah memberi janji-janji yang akhirnya membuat manusia menyesal di hari yang tidak ada gunanya penyesalan.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang kafir, karena mereka itu tidak beriman. (yaitu) orang-orang yang kamu telah mengambil perjanjian dari mereka, sesudah itu mereka mengkhianati janjinya pada setiap kalinya, dan mereka tidak takut.” (Al-Anfal: 55-56)

Demikian berat masalah janji ini harus dibuktikan dan ditunaikan kepada yang berhak menerimanya, sehingga peringatan demi peringatan dan ancaman demi ancaman disampaikan tidak dalam satu dua ayat atau hadits akan tetapi dalam banyak kesempatan hal ini terus diulang-ulang agar manusia benar-benar memperhatikan dan tidak melanggar janjinya.

Namun oleh karena manusia bersifat lemah dan serba kekurangan, di mana untung tidak dapat diraih dan mudharat tidak dapat ditolak, maka sudah pasti manusia tidak luput dari salah dan silap termasuk dalam hal menepati janji yang diucapkan. Oleh karena itu Al Quran mengajarkan agar kita selalu mengiringi setiap janji kita dengan ucapan "jika Allah mengizinkan". Hal itu ditegaskan dalam Al Quran sebagai berikut: Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali : "Insya Allah" . Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini". (QS. Al Kahfi : 23-24)

Tapi ucapan "Insya Allah" dimaksud yang mengiringi janji seseorang harus disesuaikan dengan niat yang jujur dan benar bukan sekedar menjual ayat-ayat Allah hanya untuk cepat selesai perkaranya yang sedang diperbincangkan.
Khatib, Staf DInas Syariat Islam Provinsi Aceh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin