Catatan Perjalanan
Rasa ingin tahu untuk bertemu dan bersilaturrahmi dengan muslim di Taiwan membuncah dalam dada. Alhamdulillah, sehari menjelang pulang ke tanah air saya mendapat kesempatan berkunjung ke sebuah masjid terkenal di Taichung bagian tengah Taiwan. Menurut informasi melalui internet, ada sejumlah tujuh masjid selain mushalla di Taiwan termasuk di Taipei sebagai pusat ibukota Taiwan.
Rasa ingin tahu untuk bertemu dan bersilaturrahmi dengan muslim di Taiwan membuncah dalam dada. Alhamdulillah, sehari menjelang pulang ke tanah air saya mendapat kesempatan berkunjung ke sebuah masjid terkenal di Taichung bagian tengah Taiwan. Menurut informasi melalui internet, ada sejumlah tujuh masjid selain mushalla di Taiwan termasuk di Taipei sebagai pusat ibukota Taiwan.
Menurut sejarah, Masjid Taichung yang kami kunjungi awalnya sebuah rumah warga Jepang, kemudian dibeli oleh warga Cina muslim dan mulai dijadikan masjid pada tahun 1951. Pembangunannya rampung pada tahun 1989. Letaknya sangat strategis di jalan utama kota Taichung, sehingga tidak sulit untuk mencarinya. Masjid indah dengan ukuran sekitar 25 x 30 m persegi ini memiliki dua menara dan halaman yang cukup luas.
Saya tiba di Masjid Taichung (Taichung Mosque) sekitar pukul 18.00 waktu setempat atau pukul 17.00 WIB diantar oleh kolega guru besar National Chung Hsing University (NCHU), karena selama di sana saya dan tiga orang asal Unsyiah Aceh menjadi tamu terhormat mereka. Kami disambut oleh salah seorang imam, namanya Abdullah asal Myanmar. Ia hanya mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Selain itu ada beberapa orang asal pulau Jawa mengaku mengurus masjid yang terletak di pusat ibukota Taichung dengan penduduk muslim asal Taiwan beberapa ribu orang saja. Selain penduduk setempat, muslim di sana juga kebanyakan mahasiswa yang sedang belajar di beberapa universitas atau pendatang dari negara muslim.
Menurut imam Masjid Taichung, Abdullah yang nama aslinya Shan Yao-Wu, komunitas muslim di wilayah tersebut umumnya berasal dari Afganistan, China, Thailand dan Myanmar. Ia sendiri hijrah ke Taiwan dari Myanmar sejak 1996 selepas menamatkan pendidikan di Al Azhar Kairo pada 1995. Meski minoritas, namun muslim di Taichung memiliki semangat kebersamaan dalam menghidupkan ruh keislaman. Masjid ini penuh dengan jamaah pada setiap Jumat yang datang dari berbagai penjuru. Disebutkan saat ini ada sekitar 10 khatib yang secara terjadwal menyampaikan khutbah jumat dan mengisi ceramah bulan Ramadhan. Meskipun perkembangan umat Islam di negeri ini sangat lamban, namun dilaporkan setiap tahun ada sekitar 100 orang Taiwan yang masuk Islam, terutama karena menikah dengan pria Muslim.
Meski tidak dibenarkan menggunakan alat pengeras suara saat azan, namun program masjid termasuk padat, apalagi menyambut bulan suci Ramadhan. Dijelaskan, selama Ramadhan pihaknya telah merancang program seperti Tarawih dan ceramah rutin. Selain itu juga ada paket Qiyamullail, buka puasa bersama, pembinaan Islam dan lain-lain.
Tidak ada dana khusus untuk membangun fiisik masjid termasuk menjalankan program. Hanya saja penduduk muslim berlomba-lomba menginfakkan harta melalui pengurus dan imam. “Alhamdulillah kami tak pernah kekurangan dana, termasuk dana untuk mendatangkan secara berkala da’i dari Indonesia,” ujar imam Abdullah. Memang di Taiwan ada organisasi muslim yakni Chinese Muslim Association (CMA) yang berkedudukan di Taipei, sedangkan di Taichung dan kota-kota lainnya berbentuk cabang CMA. Lembaga inilah yang menghimpun dana dan merancang dakwah bagi kemajuan Islam.
Saat ini tercatat ada sekitar 60.000 muslim di Taiwan (0,3 persen dari populasi penduduk), belum termasuk sekitar 180.000 orang muslim Indonesia yang menjadi pekerja sebagai TKI, sehingga saat ini diperkirakan ada sekitar 240.000 umat Islam di Taiwan. Selain itu di kalangan pelajar, pada tanggal 12 Maret 2006 telah didirikan organisasi mahasiswa muslim Indonesia di Taichung yang bernama Forum Mahasiswa Muslim Indonesia Taiwan (FORMMIT).
Nah kalau di negara minoritas, dakwah dan semangat Islam bergaung, kenapa di Aceh sebagai negeri bersyariat justru terkesan suram. Banyak warga yang malas datang ke masjid apalagi menyumbang hartanya demi agama. Semua itu jawabannya ada pada diri kita masing-masing.(Laporan Basri A. Bakar dari Taichung)
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !