MADINATUL MUNAWWARAH (Kota Yang Memancarkan Cahaya). Itulah nama yang paling popular untuk kota hijrah Nabi SAW. Nama-nama lain untuk Madinah adalah Thabah, Thaiyyibah, Darul hadis, Qalbul iman, Ashimah Al-Islam, An-Najiah, Ardhulllah, Darul Abrar, Darul Hijrah, dan masih banyak lagi.
Sebelum ditukar nama oleh Nabi, kota ini bernama Yasrib.
Sebelum ditukar nama oleh Nabi, kota ini bernama Yasrib.
Syekh Muhammad Ilyas Abdul Ghani dalam kitabnya “ Tarikhul Madinatul Munawwarah” menjelaskan; yang dimaksud dengan “munawwarah” adalah yang memancarkan cahaya, yakni cahaya iman dan Islam. Dari Madinah Nabi mendakwahkan Islam selama 10 tahun lebih, turun wahyu dan lahirnya hadis, dan di Madinah juga Nabi wafat dan dikuburkan.
Madinah kota yang sangat dicintai oleh Nabi, disucikan menjadi Tanah Haram yang kedua setelah Mekkah. Orang-orang kafir tidak boleh masuk dalam wilayah yang telah disucikan itu. Dajjal juga tidak bisa masuk ke Mekkah dan Madinah. Shalat di masjid Nabawi pahalanya seribu kali lipat, jika dibandingkan dengan shalat di masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram. Shalat di Masjid Quba’ (juga wilyah Madinah) pahalanya seperti pahala Umrah. Jamaah haji juga danjurkan untuk shalat Arbain (40 waktu) shalat wajib. Cahaya sangat benderang di Madinah, mengerwah seluruh alam. Jangan engkau kembali ke tanah airmu wahai tamu Allah sebelum engkau menjemput cahaya suci. Cahaya itu adalah iman yang dapat menyinari hati, cahaya itu adalah Islam yang dapat menyelamatkan ketauhidan, cahaya itu adalah Alquran dan sunnah yang dapat menyinari rumah-rumahmu di tanah air. Cahaya Madinah dapat merntuhkan dosa, seperti debu yang dibersihkan oleh hujan.
Seharusnya setiap Jamaah Haji Indonesia, termasuk Aceh wajib menjemput seberkas Cahaya Madinah untuk menerangi dirinya dan keluarganya di tanah air. Kalau perlu jemputlah berjuta-juta berkas untuk kita sinari Indonesia dari Aceh sampai Papua. Bukankah negeri kita ini semakin temaram, mendung kelam suram? Cahaya Madinah semakin pudar akibat dating cahaya dari arah benua yang lain.
Ketika cahaya Madinah memudar berbagai kejanggalan terjadi. Bukankah di negeri ini pagar- pagar sudah makan tanaman (kasus hakim menerima suap)., perempuan-perempuan Islam suka bertabarruj (membuka aurat di televisi), bukankah untuk meraih kursi kekuasaan orang lupa kepada ayat kursi? Bukankah syariat Islam hanya bermain di ranah pinggiran? Semua itu bisa kita senter dengan “Cahaya Madinah” yang sangat kuat dan kontras. Hanya dengan cahaya Madinah penyakit-penyakit iman akan musnah sendiri. H. Ameer Hamzah
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !