Dr. Zaki Fuad Chalil, M.Ag
Fakir dan miskin merupakan dua
mustahik zakat yang disebutkan Allah swt dalam al-Quran surah al-Tawbah ayat 60
: Innamas shadaqatu lil fuqarai Wal masakin. Kedua strata sosial ini sama-sama
tidak mampu dan termasuk golongan ekonomi lemah. Lebih dari itu, fakir dan
miskin merupakan dua subjek yang berbeda dengan karakteristik mereka
masing-masing. Kata Fakir dengan segala bentuk perubahan disebutkan 6 kali
dalam al-Quran sedang penyebutan kata miskin dan segala bentuk perubahannya di
temukan 12 kali diulang dengan objek yang berbeda-beda. Tiga kali kata fakir
disamakan statusnya dengan golongan miskin sedang 12 kali penyebutan kata
miskin secara umum berbicara tentang pemenuhan hak orang-orang miskin baik dari
kerabat mereka maupun masyarakat secara umum. Dalam al-Quran kata fakir dan
miskin ada yang digandengkan bersama dan ada pula yang dipisahkan
penyebutannya.
Lebih dari itu semua, Allah swt
menegaskan bahwa siapa saja yang tidak membantu dan mengajak orang lain
memperhatikan keadaan orang miskin dicap sebagai pendusta agama dan akan masuk
ke dalam neraka nantinya. Allah swt berfirman dalam surah al-Mudattsir ayat 44
“dan kami juga tidak memberi makan orang miskin”. Sementara di ayat 43 Allah
mendeskripsikan dialog diantara sesama ahli syurga tentang keadaan orang-orang
yang berdosa “apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam neraka Saqar? Mereka
menjawab dahulu kami di dunia tidak melaksanakan shalat, dan kami juga tidak
memberi makan orang-orang miskin. Berdasarkan kedua ayat ini semakin jelas di
mana kira-kira tempat tinggal kita yang abadi nanti bila dalam kehidupan kini
kita tidak melaksanakan shalat dan mengabaikan kewajiban kita tidak membantu
fakir miskin yang ada di sekitar kita.
Demikian juga sebaliknya kita
bershalat tetapi tidak mau membantu orang-orang fakir dan miskin ibarat
sekeping mata uang yang tidak dapat dipisahkan, melaksanakan shalat dan
memabntu fakir miskin. Nauzubillah min zalik. Maha suci Allah swt yang telah
menciptakan manusia dalam profesi dan kondisi sosial ekonomi yang berbeda-beda
sehingga antara satu dan lainnya mereka dapat bekerja sama memenuhi berbagai
kebutuhan hidup dan saling melengkapi secara manajerial dalam kehidupan sosial
sehari-hari. Secara alami memang tidak ada manusia yang dapat hidup secara
individual karena bertentangan dengan sunnatullah.
Dalam upaya merealisasikan
sunnatullah tersebut manusia harus selalu bekerja sama dalam berbagai aktivitas
mereka termasuk pemenuhan kebutuhan sosial dan ekonomi. Secara tegas Allah swt
menyatakan di dalam al-Quran manusia itu dilebihkan antara yang satu dengan
lainnya dalam hal rizki.
Allah swt berfirman dalam surah
al-Nahl ayat 71: Dan Allah melebihkan sebagian kamu atas sebagian yang lain
dalam hal rizki, tetapi orang yang dilebihkan rizkinya itu tidak mau memberikan
rizkinya kepada para hamba sahaya yang mereka miliki sehingga mereka sama-sama
merasakan rizki itu. Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? Berdasarkan ayat
ini dan beberapa ayat lain kita melihat kebijaksanaan Allah dalam hal pembagian
rizki itu agar bagi mereka yang mendapatkannya lebih banyak dapat berbagi
dengan fakir miskin sehingga rahmat dan nikmat Allah itu dapat terdistribusikan
dengan adil di tengah masyarakat tidak dimonopoli oleh mereka yang kaya saja.
Karena ini bertentangan dengan kehendak Allah dan sifat Nya yang rahman dan rahim
sebagaimana dalam sebuah hadis disebutkan, takhallaqu
biakhlakillah, berakhlaklah kamu sebagaimana akhlaknya Allah swt.
Kelebihan dan kekurangan di
antara manusia harus dimanfaatkan maksimal untuk saling melengkapi menyukseskan
peran mereka sebagai khalifatullah di dunia ini. Peran sentral itu harus
dipahami oleh manusia agar eksistensi mereka dapat memberi manfaat fungsional
sebagai hamba Allah dan pertanggungan individu yang harus berhasil dalam
menjalani kehidupan ini. Dengan saling pengertian itulah dunia ini dapat
dirajut bersama mencapai ridha Allah yang maha tinggi nilainya.
Dalam hadis riwayat al Hakim
Rasullulah saw bersabda “wahai Aisyah, cintailah orang miskin dan akrablah
dengan mereka agar Allah juga akrab dengan engkau pada hari kiamat. Di hadis
lain nabi bersabda “ Orang yang berusaha membantu janda dan orang miskin
bagaikan dia berjihad di jalan Allah” (HR Bukhari Muslim). Dengan keakraban dan
saling mencintai kita dapat merasakan langsung bagaimana penderitaan mereka.
Berawal dari hal ini akan timbul empati dan kepedulian yang mendalam atas nasib
mereka sekaligus mendorong kita untuk memberikan bantuan dan pertolongan
maksimal mengatasi masalah yang mereka hadapi. Rasulullah saw begitu
menghormati dan memuliakan orang-orang miskin.
Menurut Rasulullah mereka patut
mendapat kehormatan dan kemuliaan hidup karena mereka tergolong orang-orang
yang memperoleh kemuliaan dari Allah swt di surga nanti sebagaimana dijelaskan
dalam hadisnya: “Saya berdiri di muka pintu surga mendadak umumnya yang masuk
ke dalamnya adalah fakir miskin, sedang orang-orang kaya masih tertahan oleh
perhitungan kekayaannya” (HR Bukhari Muslim) Allah swt telah memberikan
kemuliaan kepada fakir miskin terlebih dahulu masuk ke dalam surga walaupun
ketika di dunia mereka dipandang hina oleh orang-orang kaya dan bangsawan.
Untuk itu sudah pada tempatnya
orang fakir miskin di perhatikan dan dipedulikan daripada orang kaya dan elitis
lainnya. Bila dilihat dari kesemua makna yang tersurat dan tersirat terkait
dengan persoalan miskin ini bahwa ajaran Islam tidak memisahkan upacara ritual
dan ibadah sosial.
Manusia dituntut keikhlasan dalam
pelaksanaan shalat dan merasakan kebutuhan orang-orang lemah dan kesediaan
mengulurkan bantuannya walau sekecil apa pun. Karena itu dari praktek keberpihakan
ajaran islam pada kelompok miskin akan terlihat di dalamnya menuntut kebersihan
jiwa, jalinan kasih sayang, kebersamaan dan gotong royong antara sesama makhluk
Allah dan kalaupun mereka shalat dinilai Allah mendustakan agama dan hari
akhirat.
Dalam surah almaun Allah swt
mengecam orang yang tidak mau menganjurkan orang memberi makan orang miskin. Di
dalam surah al Qalam ayat 24 dikisahkan sebuah cerita yang sangat miris menimpa
orang kaya yang pelit. Dua orang kakak beradik pemilik kebun yang sangat bagus
dan lebat buahnya siap dipanen hancur dilalap si jago merah terbakar api hanya
karena mereka berusaha untuk memetik hasil kebunnya di tengah malam buta di
saat orang-orang miskin tidur lelap dan tidak ada si miskin yang meminta-minta
hasil panennya tidak berkurang.
Demikian strategi tipu daya yang
mereka rencanakan di sore hari sebelum mereka memanen hasilnya esok hari.
Mereka mengira rencana itu sangat tepat dengan sengaja berkhianat dan
mengkufuri rahmat Allah yang dititipkan kepada mereka. Mereka lupa Allah swt
maha mendengar dan mengetahui segala bisikan hati manusia dan rencana Allah
lebih dahsyat dari apa yang tidak mereka perhitungkan di sore tadi dan Allah
pun menjalankan rencananya yang tidak diketahui oleh manusia. “Dan mereka
orang-orang kafir membuat tipu daya maka Allah pun membalas tipu daya. Dan
Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (Ali Imran/54).
Analogi kisah abadi yang
disebutkan al-Quran ini akan berlaku sepanjang masa dan kita pun akan menerima
dampaknya bila memperturutkan ketamakan. Misalnya kenapa hasil panen udang kita
berkurang? Mengapa rezeki kita selama ini tidak berkah dan seret?
Demikian juga dengan Hasil hutan,
pisang sebagai bahan baku
keripik dan pisang sale dan sebagainya. Apakah ini sebagai akibat dari
kekufuran kita selama ini? Lalu Mengapa kita tidak mengevaluasinya? Di mana
letak kesalahan itu. Malah di dalam budaya Aceh apabila seseorang hadir tepat
di saat satu keluarga sedang membagi warisan mereka pun akan mendapatkan
sejumlah uang yang dikenal dengan “hak raheung”. Fakir miskin memiliki hak-hak
untuk mendapatkan bantuan dan pertolongan dari kita yang berkecukupan.
Banyak bentuk bantuan dan
pertolongan yang dapat kita berikan kepada mereka baik dalam bentuk harta,
makanan, pekerjaan, modal usaha, pendidikan, dan keterampilan. Dengan bantuan
yang kita berikan diharapkan mereka dapat mengatasi permasalahan hidup tanpa
harus menggantungkan hidupnya pada belas kasihan orang lain sepanjang masa
kecuali mereka termasuk dalam kategori fakir miskin uzur yang telah ditentukan
kriterianya oleh Baitul Mal Aceh.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !