Kemarin, Kamis (6/6), umat Islam di seluruh dunia memperingati Isra’ Mi’raj
Nabi Muhammad SAW. Kita paham sejak kecil, Isra’ Mi’raj menjadi tonggak
sejarah bagi umat Islam untuk memperteguh keimanan kepada Allah SWT. Tidak
sedikit yang ragu mendengar kabar tersebut karena secara logika tidak bisa
diterima.
Semua ulama sepakat kebenaran Isra’ Mi’raj dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha sampai ke Sidratul Muntaha. Perjalanan yang mengagumkan itu melibatkan ruh dan fisik Nabi Muhammad SAW. Hal ini dituangkan dalam surat al-Isra’ ayat pertama: “Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Salah satu oleh-oleh dari tour itu yakni Nabi Muhammad SAW membawa perintah untuk shalat wajib lima waktu setiap hari. Shalat menjadi pembeda antara umat Islam dengan kafir. Begitu sabda Rasulullah. Jadi untuk mengetahui seorang Islam sudah menjadi muslim yang baik, maka shalat salah satu indikasikanya yang bersangkutan sudah menunaikan shalat. Malahan Umar bin Khatab menulis instruksi kepada para pegawai dan pejabat negara menegaskan shalat sebagai takaran profesionalisme kinerja dan performa seseorang. Shalat menjadi alat ukur konsistensi seseorang.
Apakah rajin menunaikan shalat bisa mencegah tindakan kriminal? Al-Quran menyatakan “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar (QS.Al-Ankabut:45 ). Namun faktanya, yang rajin shalat juga rajin maksiat. Demikian logika yang dibangun untuk memperlihatkan bahwa maksiat juga dilakukan oleh umat yang rajin shalat atau beribadah.
Apakah ada yang salah dengan firman Allah tersebut? Tidak ada yang salah. Sebab shalat yang sesunggunya atau shalat yang benar akan termanifestasikan dalam kebaikan akhlak.
Shalat yang tak memiliki sifat mencegah perbuatan keji dan munkar, maka tak memiliki nilai sebagai shalat yang benar.
Indikasi shalat yang baik dan benar yakni tercermin dari perilaku sehari-hari. Dia tidak akan melakukan korupsi, manipulasi dan sebagainya. Alasannya sangat sederhana, sebab Allah SWT selalu mengawasi hamba-Nya dalam situasi apa pun. Dalam hal ini, umat Islam tidak melakukan maksiat bukan karena takut pada api neraka tapi karena taat kepada perintah Allah SWT.
Akhirukalam, menegakkan shalat yang khusyu’ itu butuh proses yang tidak bisa instan. Jika masih rajin shalat dan rajin maksiat, maka yang harus dilakukan, yakni tetap shalat sambil mengurangi kadar maksiat seperti gemar korupsi, fitnah, dengki dan sebagainya yang pada akhirnya sirna sama sekali.
Peringatan Isra’ Mi’raj yang kita laksanakan setiap tahun menjadi pintu taubat menuju kebaikan. Menjadi umat Islam yang rahmatan lil alamin tidak bisa terjadi dalam mimpi semalam. Butuh niat yang besar dan ikhlas untuk menjadi muslim yang dituntun oleh Rasulullah SAW dengan menjadi muslim yang seutuhnya. Murizal Hamzah
Semua ulama sepakat kebenaran Isra’ Mi’raj dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha sampai ke Sidratul Muntaha. Perjalanan yang mengagumkan itu melibatkan ruh dan fisik Nabi Muhammad SAW. Hal ini dituangkan dalam surat al-Isra’ ayat pertama: “Mahasuci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Salah satu oleh-oleh dari tour itu yakni Nabi Muhammad SAW membawa perintah untuk shalat wajib lima waktu setiap hari. Shalat menjadi pembeda antara umat Islam dengan kafir. Begitu sabda Rasulullah. Jadi untuk mengetahui seorang Islam sudah menjadi muslim yang baik, maka shalat salah satu indikasikanya yang bersangkutan sudah menunaikan shalat. Malahan Umar bin Khatab menulis instruksi kepada para pegawai dan pejabat negara menegaskan shalat sebagai takaran profesionalisme kinerja dan performa seseorang. Shalat menjadi alat ukur konsistensi seseorang.
Apakah rajin menunaikan shalat bisa mencegah tindakan kriminal? Al-Quran menyatakan “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar (QS.Al-Ankabut:45 ). Namun faktanya, yang rajin shalat juga rajin maksiat. Demikian logika yang dibangun untuk memperlihatkan bahwa maksiat juga dilakukan oleh umat yang rajin shalat atau beribadah.
Apakah ada yang salah dengan firman Allah tersebut? Tidak ada yang salah. Sebab shalat yang sesunggunya atau shalat yang benar akan termanifestasikan dalam kebaikan akhlak.
Shalat yang tak memiliki sifat mencegah perbuatan keji dan munkar, maka tak memiliki nilai sebagai shalat yang benar.
Indikasi shalat yang baik dan benar yakni tercermin dari perilaku sehari-hari. Dia tidak akan melakukan korupsi, manipulasi dan sebagainya. Alasannya sangat sederhana, sebab Allah SWT selalu mengawasi hamba-Nya dalam situasi apa pun. Dalam hal ini, umat Islam tidak melakukan maksiat bukan karena takut pada api neraka tapi karena taat kepada perintah Allah SWT.
Akhirukalam, menegakkan shalat yang khusyu’ itu butuh proses yang tidak bisa instan. Jika masih rajin shalat dan rajin maksiat, maka yang harus dilakukan, yakni tetap shalat sambil mengurangi kadar maksiat seperti gemar korupsi, fitnah, dengki dan sebagainya yang pada akhirnya sirna sama sekali.
Peringatan Isra’ Mi’raj yang kita laksanakan setiap tahun menjadi pintu taubat menuju kebaikan. Menjadi umat Islam yang rahmatan lil alamin tidak bisa terjadi dalam mimpi semalam. Butuh niat yang besar dan ikhlas untuk menjadi muslim yang dituntun oleh Rasulullah SAW dengan menjadi muslim yang seutuhnya. Murizal Hamzah
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !