Setiap akhir Ramadhan diakhiri dengan membayar zakat fithrah yaitu mengeluarkan sejumlah makanan pokok/mengeyangkan yang biasa dikonsumsikan oleh masyarakat setempat. Zakat fithrah ini diwajibkan pada tahun kedua Rasulullah hijrah ke Madinah bersamaan dengan tahun perintah atau kewajiban berpuasa itu sendiri.Pensyari’atan zakat fithrah ini demikian juga ibadah-ibadah yang lainnya adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan hamba itu sendiri. Tidak ada satupun kewajiban agama yang dipundakkan kepada umat manusia yang tidak membawa manfaat kepadanya.
Zakat fithrah yang diwajibkan Allah kepada hambanya adalah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari dosa ucapan dan perbuatan yang dilakukannya selama berpuasa. Allah ingin menerima amalan-amalan hambanya secara lengkap atau sempurna tidak setengah-setengah. Allah Maha Tahu bahwa manusia diciptakan dalam keadaan lemah sehingga tidak dapat menjaga atau mengontrol dirinya secara utuh sehingga selamat dari ucapan dan perbuatan yang sia-sia itu.
Puasa yang sempurna adalah puasa segenap pancaindera lidah dan anggota tubuh lainnya sebagaimana puasa perut dan syahawatnya. Allah tidak menginginkan hamba-hambanya mencemari pancaindranya; lidah, telinga, mata, tangan dan kakinya dengan hal-hal yang sia-sia. Jadi zakat fithrah bagaikan doosmeer untuk membersihkan diri manusia dari kotoran-kotoran yang mengotori segenap pancaindranya. Sama halnya Allah mensyari’atkan shalat-shalat sunat rawatib untuk menutupi kekurangan-kekurangan di saat melakukan shalat-shalat wajib.
Yang kedua, zakat fitah adalah untuk membantu orang faqir dan miskin yang kekurangan belanja di saat hari raya. Jadi hari raya adalah hari kegembiraan dan kesenangan. Kesenangan ini tidak hanya dirasakan oleh orang-orang kaya saja akan tetapi juga oleh orang-orang miskin. Kegembiraan yang hakiki adalah yang dapat dirasakan oleh semua individu umat muslim apapun status sosialnya. Orang miskin tidak akan merasa gembira bila melihat orang-orang kaya di sekililingnya bersenang –senang di hari raya dengan kekayaannya sama halnya dengan orang-orang kaya tidak akan tenang hatinya bila melihat orang-orang miskin di sekitarnya bersedih hati dan bermuram di hari raya.
Yang mereka inginkan tidak hanya beras akan tetapi juga keperluan lainnya, seperti pakaian dan kelengkapan hidup lainnya. Oleh karena itu sesuai dengan zaman modern ini sembari memperhatikan maqashid syar’iyyah maka pendapat Imam Hanafi boleh membayar zakat fitrah dengan harganya perlu kita ikuti. Mengingat kebutuhan manusia yang sangat beragam maka tidak harus semuanya membayar zakat fithrah dengan beras akan tetapi juga dengan uang. Kekeliruan besar bila ada fatwa wajib membayar zakat fithrah dengan beras. Renungkanlah bahwa orang-orang miskin tidak hanya butuh beras di hari raya akan tetapi juga keperluan hidup lainnya. Wahai orang kaya, perhatikan kebutuhan orang-orang miskin di hari raya itu, janganlah memaksa mereka untuk menyuap beras (muek breuh) di hari kemenangan itu. Wallahul Muwaffiq (Kajian Hadist diasuh oleh. Drs. H. Ramly Yusuf, MA)
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !