Headlines News :
Home » » Poly (dan) Monochronic

Poly (dan) Monochronic

Written By MAHA KARYA on Monday, April 18, 2011 | 4/18/2011

Beijing pada Maret 1999, waktu adalah uang dan Bill Gates datang. Microsoft, perusahaan kapitalis terbesar didunia membuka usaha di negeri komunis yang populasinya tergemuk. Para CEO microsoft se-Asia sibuk mempersiapkan kedatangan pria yang kekayaannya setara dengan pendapatan 93.000.000 rakyat cina pertahun.

Saat itu, penduduk negeri Mao menganggap Gates sebagai “anjing kapitalisme yang sedang berlari”, meski kemudian mereka saling sikut demi berfoto bareng bersama Gates.

“Menjadi kaya itu mulia” kata Deng Xiaoping dan waktu adalah uang. Karenanya, waktu harganya mahal bagi para taipan. Ribuan detail harus disusun sebelum kedatangan Gates. Tiap senti dari kegiatan mesti diukur. Termasuk apakah waktu yang diperlukan pak Gates berjalan kaki dari ballroom hotel ke restoran untuk makan siang memakan waktu 2 menit atau 3 menit. Sang waktu, disini terasa begitu hidup dan punya nilai setiap ‘mili’nya.

Seorang teman mengatakan, pernah ada bos perusahaan menggugat sebuah rumah sakit ke pengadilan karena membuat ia menunggu berjam-jam. “Janjinya cuma 30 menit, tapi saya sudah menunggu 5 jam. Anda membuat saya rugi 4,5 juta.” kata si bos. Baginya, 1 jam harganya 1 juta. Maka tidak boleh ada yang sia-sia. Mirip dengan para konsultan, dimana kita harus membayar perjam meski cuma untuk curhat tentang anak-anak kita yang nakal atau perusahaan yang hampir pailit.

Mereka, bos-bos perusahaaan, pengacara, konsultan, dan sederetan orang penting lainnya selalu menganggap waktu adalah barang mahal. Maka ia tidak boleh disia-siakan. Para antropolog mengkatagorikan mereka sebagai “monochronic person”. Sedangkan orang seperti saya – yang menghabiskan waktu untuk bengong atau ghibah di warung kopi – di katagotrikan sebagai ‘polychronic person’. Para monochronic person, merasakan waktu bergerak secara sangat sadar. “time is handled much like material, we can earn it, spend it, save it, waste it. To us (american–pen) it is somewhat immoral to have two things going on at the same time” kata antropolog, Edward T.Hall. Karenanya mereka mem-planning-kan waktu dengan keakuratan yang tinggi. Sedangkan polycronic person melihat waktu seakan-akan tanpa batas dan tak bergerak. Makanya saya sering menunda-nunda tugas dan sering berpikiran “nanti saja, besok saja, kan masih ada waktu.” Makanya kehidupan saya stagnan, macet ditempat.

Mungkin, para polycronic person – mereka umumnya orang timur, kata antropolog – perlu sering menaiki taksi. “Bayangkan anda ditaksi” kata James Gwee, “tiap menit argojam berjalan, uang anda terbuang. Bayangkan tiba-tiba jalan macet, anda cuma duduk bengong dikursi, argo-jam tetap berjalan yang berarti uang anda juga berjalan. Padahal anda tidak melakukan apa-apa. Didalam taksi, time is really money” Sebenarnya, tidak peduli apakah waktu adalah uang atau waktu adalah pedang, yang penting adalah adanya penghargaan terhadap waktu. Pertanyaannya adalah “berapakah harga waktu anda perjam? 1 juta? 10 ribu? 5 ribu? atau gratis?” tanya James Gwee. (mirza)
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin