Headlines News :
Home » , » Remaja-Remaja Galau III

Remaja-Remaja Galau III

Written By MAHA KARYA on Sunday, March 20, 2011 | 3/20/2011

OPINI | Azwir Nazar

Kasus aliran Mukmin Muballigh (MM) ini pernah terjadi di Desa Modo, Lamongan, Surabaya, dan Trenggalek pada Desember 2006 silam. Salah satu da’i- nya bernama Rusdianto, berusia 27 tahun, Alumni sebuah Madrasah Aliyah di Lamongan. Ia berhasil menghimpun 150 pengikut dalam waktu empat bulan. Ia fasih membaca al Quran dan menafsirnya sesuka hati. Ia mengatakan shalat sehari semalam cukup satu waktu, dan cuma malam saja. Tanpa harus berwudhu’. Puasa juga dianggap tidak wajib, dan puasa kapan sreg. Pajan mangat teumon bu. Malah Rusdi mensejajarkan dirinya dengan Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubai bin Ka'b, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy'ari, dan Abdullah bin Zubair.

Tapi, akhirnya Rusdi yang berambut gondrong itu ditangkap polisi Lamongan, September 2010. Pengikutnya, dilepas dan bertaubat. Ciri lain MM ini adalah pola “dakwahnya” berpindah-pindah dan tidak tetap. Pakaiannya tidak mengenakan surban, baju koko atau sarung seperti santri. Sumber lain juga menyebut mereka itu berpakaian necis (gaul). Layaknya remaja atau mahasiswa biasa. Celana jeans atau baju kaos. Saya tidak tahu persis, apakah remaja dan mahasiswa yang terlibat di Aceh, juga telah sejauh itu. Dan kalau memang setelah di investigasi oleh tim yang dibentuk pemko, di dapatkan bukti yang cukup dan adanya penyimpangan, maka sebagai masyarakat awam kita mendukung pembasmian aliran sesat ini di Aceh. Termasuk membina kembali remaja kita yang terlanjur ikut di dalam aliran Mukmin Muballigh itu.

Menurut saya, para remaja dan mahasiwa ini sesungguhnya sedang galau. Galau, mulai dari kekaburan emosi, bercampur semuanya. Baik emosi yang positif maupun yang negatif, namun lebih didominasi oleh emosi negatif. Sampai galau dalam memilih jalan hidup. Jalan mencari kebenaran. Remaja ini kehilangan ketauladanan, dari mereka yang seharusnya memberi tauladan. Sehingga, karena tidak terbimbing, pikirannya kacau dan tidak karuan. Mereka resah melihat realitas social yang tidak sesuai dengan harapannya,

Tanpa terkontrol mereka mencari jalan sendiri untuk mencapai “langit”. Padahal, semuanya butuh pengetahuan dan bimbingan. Pada fase ini, mereka sangat rentan dan mudah terpengaruh. Tidak ada yang membina dan mengayomi. Maka, tidak pantas rasanya kesalahan ditimpakan seluruhnya pada mereka. Sikap cuek, apatis, merasa diri paling benar, dan pola kehidupan kita yang egois dan materialis, juga ikut berkontribusi pada pembentukan moral generasi ini.

Pelajaran Berharga
Ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini, Diantaranya, pertama, kita semakin tersadar bahwa bahaya pendangkalan aqidah benar ada di Aceh. Para remaja kita sangat rentan untuk terpengaruh. Terutama di usia yang masih labil. Masa-masa mencari jati diri. Dan bisa terjadi dimana saja, termasuk di bangku kuliah. Ini menjadi catatan untuk para orang tua supaya lebih peduli dengan perkembangan anaknya. Lebih terbuka dan lebih dalam mengenal sang anak. Sering kali kita terjebak pada penilaian bahwa kebutuhan remaja ini hanya materi, tapi jiwanya kita biarkan kosong dari tuntunan agama. Baru kita “gabuk” setelah kejadian.

Kedua, para pemuka agama, ulama, teungku, guru, lembaga pendidikan, lembaga dakwah, OKP/Ormas harus punya komitmen membina generasi muda. Salah satu caranya adalah memberikan keteladan. Sekaligus, menjadi mitra yang bisa mengayomi dan membimbing. Intensitas program atau kegiatan selama ini (mungkin) perlu kita evaluasi bersama, dimana dan apa masalahnya, koq justru banyak generasi muda menjauh. Mulai dari metode, sampai isinya.

Ketiga, pemerintah mulai level provinsi sampai tingkat gampong bersama aparaturnya, harus membuat aturan yang ketat, dan pencegahan dini terhadap muncul dan berkembangnya aliran sesat di Aceh. Jangan hanya bereaksi sesaat ketika terjadi sebuah kasus. Harus ada tindak lanjut dan dikuti program yang berkelanjutan yang bisa menjawab persoalan. Termasuk nilai-nilai kearifan lokal yang mendidik. Pendidikan dan penyadaran menjadi penting. Keempat, kepada masyarakat supaya lebih waspada, dan bila ada indikasi yang mencurigakan tentang adanya aliran sesat di lingkungannya supaya melapor kepada pihak terkait, dan menghindari sikap anarkis dan main hakim sendiri.

Akhirnya, kita memohon ampunan Allah Swt dan senantiasa selalu berharap ditambahkan hidayah dalam menjalani kehidupan. Aliran sesat atau apapun namanya, semoga tidak lagi berulang di tanah kita. Tapi, sekaligus menjadi tantangan bagi masyarakat Aceh untuk meningkatkan kualitas beragama, bukan hanya sebatas ritual, atau rutinitas belaka. Di segala level, kita perlu mengevaluasi diri. Sehingga, kita menjadi mirror bagi generasi setelah kita yang kita dambakan lebih baik dari kita. Wallahu a’lam.(Khatam)

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Indonesia.
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin