
Peran ulama di Aceh mendapat legitimasi dan diperkuat keberadaannya oleh UU No 44/1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh dan UU No 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dua UU ini telah memposisikan ulama sebagai mitra sejajar pemerintah. Kemudian keulamaan direpresentasikan oleh MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama).
MPU dapat menyampaikan nasihat kepada pemerintah, diminta atau tidak. Lebih tegas lagi, seluruh keputusan pemerintah di Aceh harus pula sesuai dengan pandangan atau pendapat MPU. Ulamalah yang mengawasi, bahwa regulasi di Aceh tak boleh bertentangan dengan syariat Islam.
Salah satu bentuk lain dari nasihat atau arahan ulama terhadap pemerintah dan umat adalah fatwa MPU. Lembaga ulama ini, membuat mekanisme bagaimana sebuah fatwa dapat dilahirkan, misalnya fatwa hanya ada pada tingkat provinsi (MPU Aceh). Tak ada fatwa MPU pada tingkatan di bawahnya.
Sebuah fatwa disahkan setelah mendapat kajian mendalam secara konprehensif dengan melibatkan berbagai pihak terkait, lalu dibawakan ke rapat pleno MPU untuk ditetapkan sebagai sebuah fatwa. Telaah awal bisa saja dilakukan oleh MPU kabupaten/kota. Pribadi atau organisasi masyarakat dapat mengajukan kepada MPU untuk dikeluarkan sebuah fatwa yang diperlukan.
Fatwa adalah solusi terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat muslim, apalagi bagi masyarakat Aceh yang sedang melaksanakan syariat Islam secara kaffah. Maka seharusnya fatwa ulama menjadi referensi utama dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara.
Karena itu, penting kiranya disadari bahwa ulama adalah tempat bertanya. Fatwa, pendapat atau nasihat ulama adalah referensi utama dalam kehidupan kita. Saatnya banyak bertanya pada ulama, karena ulama adalah pewaris nabi. Fatwa ulama dapat juga dipahami sebagai pengganti pendapat nabi dan rasul.
Memang di era modern ini kita dihadapkan pada banyak pilihan pendapat dan opini. Pesatnya ilmu pengetahuan dan spesialisasi telah menggeser peran ulama di tengah-tengah masyarakat. Namun, dalam bangunan sebuah masyarakat Islam, ilmu dan spesialisasi haruslah tetap mengacu pada ulama sebagai referensi utama.
Ketika masyarakat meninggalkan ulama sebagai sumber informasi dan tempat bertanya, kita khawatirkan lahir masyarakat sekularistik, yang memisahkan antara ilmu, spesialisasi dan syariat Islam. Ulamalah yang mampu menjaga keseimbangan kehidupan antara; dunia dan akhirat; materialisme dan spritualisme; iman dan ilmu.
Kiranya MPU dapat mensosialisasikan berbagai fatwa yang telah dilahirkan, sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan penguasa negeri ini. Bukan hanya menjadi dokumen atau bahan kajian akademik belaka. sayed muhammad husen
MPU dapat menyampaikan nasihat kepada pemerintah, diminta atau tidak. Lebih tegas lagi, seluruh keputusan pemerintah di Aceh harus pula sesuai dengan pandangan atau pendapat MPU. Ulamalah yang mengawasi, bahwa regulasi di Aceh tak boleh bertentangan dengan syariat Islam.
Salah satu bentuk lain dari nasihat atau arahan ulama terhadap pemerintah dan umat adalah fatwa MPU. Lembaga ulama ini, membuat mekanisme bagaimana sebuah fatwa dapat dilahirkan, misalnya fatwa hanya ada pada tingkat provinsi (MPU Aceh). Tak ada fatwa MPU pada tingkatan di bawahnya.
Sebuah fatwa disahkan setelah mendapat kajian mendalam secara konprehensif dengan melibatkan berbagai pihak terkait, lalu dibawakan ke rapat pleno MPU untuk ditetapkan sebagai sebuah fatwa. Telaah awal bisa saja dilakukan oleh MPU kabupaten/kota. Pribadi atau organisasi masyarakat dapat mengajukan kepada MPU untuk dikeluarkan sebuah fatwa yang diperlukan.
Fatwa adalah solusi terhadap masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat muslim, apalagi bagi masyarakat Aceh yang sedang melaksanakan syariat Islam secara kaffah. Maka seharusnya fatwa ulama menjadi referensi utama dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara.
Karena itu, penting kiranya disadari bahwa ulama adalah tempat bertanya. Fatwa, pendapat atau nasihat ulama adalah referensi utama dalam kehidupan kita. Saatnya banyak bertanya pada ulama, karena ulama adalah pewaris nabi. Fatwa ulama dapat juga dipahami sebagai pengganti pendapat nabi dan rasul.
Memang di era modern ini kita dihadapkan pada banyak pilihan pendapat dan opini. Pesatnya ilmu pengetahuan dan spesialisasi telah menggeser peran ulama di tengah-tengah masyarakat. Namun, dalam bangunan sebuah masyarakat Islam, ilmu dan spesialisasi haruslah tetap mengacu pada ulama sebagai referensi utama.
Ketika masyarakat meninggalkan ulama sebagai sumber informasi dan tempat bertanya, kita khawatirkan lahir masyarakat sekularistik, yang memisahkan antara ilmu, spesialisasi dan syariat Islam. Ulamalah yang mampu menjaga keseimbangan kehidupan antara; dunia dan akhirat; materialisme dan spritualisme; iman dan ilmu.
Kiranya MPU dapat mensosialisasikan berbagai fatwa yang telah dilahirkan, sehingga bermanfaat bagi masyarakat dan penguasa negeri ini. Bukan hanya menjadi dokumen atau bahan kajian akademik belaka. sayed muhammad husen
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !