Tiga hari yang lalu kita bersama-sama telah memperingati Hari Pahlawan yang ke 64, tanggal 10 Nopember 2009. Ada orang bertanya, untuk apa kita memperingati hari-hari yang telah berlalu, lebih setengah abad yang lalu? Bukankah hari-hari yang penuh derita dan air mata itu lebih baik kita lupakan saja? Kan lebih baik kita menatap masa depan yang lebih cerah, lebih realistik dan lebih memberi harapan kepada kita?
Pertanyaan seperti itu mungkin timbul dari pandangan yang tidak mau melihat masa lalu, dimana dia tidak pernah terlibat dalam masa yang penuh kegetiran, cucuran darah dan air mata. Dia lebih suka memandang masa depan yang akan dia lalui, baik dalam suasana kepahitan dan kesengsaraan maupun dalam suasana kebahagiaan dan gelak tawa.
Pada hal sejarah masa lalu itu cukup penting kita ingat dan renungkan, karena disana penuh dengan mau’idhah dan kenangan yang dapat dipetik dari pengalaman hidup orang-orang sebelum kita. Itulah sejarah yang mengukir kehidupan umat terdahulu, yang kemudian melahirkan peristiwa demi peristiwa hingga sampai pada generasi kita sekarang ini.
Allah SWT menganjurkan kepada kita untuk berlanglang-buana di muka bumi ini, pergi ke negeri-negeri lain, tidak hanya terpaku di negeri atau tempat kita dilahirkan, supaya kita dapat mengetahui jejak langkah generasi terdahulu, peradabannya, perjuangannya dan hasil karyanya. Firman Allah SWT dalam Surat Yusuf, ayat 109 :
Artinya : “Mengapakah kamu tidak berjalan di muka bumi, supaya kamu dapat menyaksikan akibat / hasil perbuatan orang-orang sebelum kamu?”
Bahkan secara lebih tegas Allah memerintahkan kita untuk belajar dari pengalaman masa lalu untuk menatap masa depan yang lebih cerah. Firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyar ayat 18:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah setiap pribadi kamu melihat apa yang terjadi pada masa lalu untuk menatap masa depan yang akan datang”.
Saat ini jamaah haji dari seluruh dunia yang sedang berada di Madinah dianjurkan melakukan ziarah ke tempat-tempat yang bersejarah, seperti Masjid Quba, Masjid Qiblatain dan bukit/lembah Uhud di luar kota Madinah. Bukit/lembah Uhud adalah suatu tempat yang menjadi arena peperangan yang sangat dahsyat antara pasukan muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW dengan pasukan musyrikin Mekkah yang ingin membalas dendam atas kekalahan mereka dalam perang Badar al-Kubra, setahun sebelumnya.
Begitu dahsyatnya perang Uhud ini sehingga menyebabkan 70 orang sahabat Nabi gugur sebagai syuhada dalam perang tersebut. Bahkan paman Nabi sendiri, seorang panglima yang gagah berani, Saidina Hamzah, turut syahid ditebas oleh pasukan musyrikin. Hati dan jantungnya dimakan mentah-mentah secara amat keji oleh seorang perempuan musyrik yang amat kejam, karena balas dendam atas kematian suaminya dalam perang Badar. Subhanallah.
Dalam kecamuk perang Uhud yang hebat itu Rasulullah yang amat kita cintai terjatuh dari kudanya, lalu terinjak oleh kuda musuh sehingga pipi dan bahu beliau bercucuran darah segar. Seorang musuh dari pasukan kuffar Quraisy yang melihat Nabi terjatuh lalu berteriak dengan sangat keras, Muhammad tewas , Muhammad tewas… Sahabat-sahabat Nabi yang mendengar teriakan musuh itu terkejut bukan kepalang, lalu bersama-sama menuju ke tempat Rasulullah terjatuh dan melindungi Rasulullah dari kepungan musuh. Alhamdulillah, ternyata Rasulullah SAW yang sangat mereka cintai masih hidup dan mulai merangkak bangun. Seorang perajurit Islam lalu berteriak dengan suara yang sangat keras, Rasulullah masih hidup, Rasulullah masih hidup.
Teriakan itu telah membangkitkan kembali semangat juang yang berkobar-kobar di kalangan prajurit Islam. Kemudian Rasulullah memerintahkan seluruh pasukan muslimin berkumpul untuk menyatukan kekuatan pada satu titik konsentrasi, guna menghadapi musuh yang sudah bersiap-siap menyerang kembali. Melihat pasukan muslimin sudah bersatu kembali dalam suatu kekuatan yang besar maka pasukan kuffar musyrikin mundur dari arena Uhud dan kembali ke Mekkah dengan hati yang berbunga-bunga, karena menganggap mereka telah mendapatkan kemenangan dalam perang Uhud tsb.
Nah sekarang, di lembah bukit Uhud tersebut terdapat makam 70 syuhada Uhud, termasuk Saidina Hamzah, pahlawan Islam yang sangat terkenal itu. Ketika jamaah haji berziarah ke makam syuhada Uhud, mereka berdoa dengan hati yang khalis, semoga para syuhada tersebut mendapat tempat yang paling indah di sisi Allah dalam syurga jannatun na’im, syurga yang penuh dengan taman yang menghadirkan keindahan dan kenikmatan, ditemani sang bidadari yang cantik jelita. Mengenai hal ini Tgk Chik Pante Kulu, seorang ulama, penyair dan mujahid Aceh bermadah dalam panton Aceh yang indah : Dalam syiruga budiadari indah rupawan, meukawan-kawan jidong meuriti. Badan jih tari seudang-seudang, dipreh cutbang dalam prang sabi. Allahu Akbar.
Di antara jamaah Haji yang berziarah ke jabal Uhud ini ada yang ber ikrar imajiner, yaitu ikrar yang tidak mungkin terjadi. Dengan bercucuran air mata dia mengadu dan berikrar kepada Allah: “Ya Allah ya Rabbi, andaikata saya hidup pada masa Rasulullah, maka saya akan membela kekasihku Rasulullah dalam perang Uhud, biarlah saya mati syahid, asal Rasulullah yang sangat kucintai tetap hidup untuk melanjutkan perjuangannya menghancurkan kaum kuffar.”
Inilah yang disebut dengan ikrar imajiner, yaitu suatu janji dan pengakuan yang tidak pernah akan terjadi, karena dia hidup dimasa kini, sedangkan Rasulullah SAW telah wafat ribuan tahun yang lalu. Namun inilah suatu realita dan pengaruh yang sangat besar dari ziarah ke makam syuhada, dimana mereka semua sadar bahwa para syuhada yang syahid di jalan Allah pantas dikenang. Memang jasad mereka itu telah mati, tetapi ruhnya, semangat dan spiritnya tetap hidup. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 154, Artinya : “Janganlah kalian mengatakan terhadap orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, tetapi orang itu tetap hidup, tetapi kamu tidak dapat merasakannya /memahaminya”
Kita kembali pada peringatan hari Pahlawan. Tanggal 10 Nopember 1945 di kota Surabaya, ribuan mujahidin Indonesia berperang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dibawah komando Bung Tomo, yang berkali-kali memekikkan Takbir , Allahu Akbar, Allahu Akbar. Pekikan takbir itu benar-benar telah membangkitkan semangat juang para mujahidin bangsa kita. Mereka bertempur di bawah desingan hujan peluru tentara Belanda yang dibantu pasukan Inggeris yang ingin menjajah kembali Indonesia.
Pasukan mujahidin dengan bersenjatakan bambu runcing dan senapang hasil rampasan dari tentera Jepang terus merengsek maju menghadapi tentera penjajah yang bersenjata lengkap. Prajurit bangsa kita rela mati di medan juang asal tanah airnya memperoleh martabat kemerdekaan. Dalam peperangan ini ratusan arek Suroboyo gugur, namun akhirnya pasukan mujahidin bangsa kita mampu mendesak mundur tentera Belanda dan Inggeris, bahkan dua pesawat tempur mereka berhasil ditembak jatuh.
Di bumi Aceh Serambi Mekkah pada awal kemerdekaan Indonesia, perjuangan mengusir penjajah Belanda pun berlangsung dengan hebatnya. Perajurit mujahidin Aceh terus mengejar tentera Belanda sampai ke tanah Deli dan Langkat. Seluruh rakyat Aceh bersama pemimpin dan ulama bersatu padu membela kemerdekaan, mengusir Jepang dan Belanda, sehingga Aceh merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang tidak pernah dijajah lagi oleh tentera kolonial Belanda.
Bahkan beberapa ulama besar Aceh, seperti Tgk. Mohd Daud Beureueh, Tgk Umar Lamjabat, Tgk. Hasan Krueng Kale dan Tgk Hasballah Indrapuri berkumpul dan bermusyawarah, lalu menetapkan satu fatwa bahwa perjuangan mengusir penjajah Belanda dan membela kemerdekaan Indonesia adalah wajib hukumnya bagi umat Islam Aceh sedangkan perajurit yang gugur dalam medan tempur melawan tentara kafir adalah pahlawan-pahlawan Aceh yang dipandang mati syahid.
Di sisi lain, memang seakan-akan Allah SWT telah mentaqdirkan bumi Aceh ini penuh dengan darah dan air mata. Beberapa tahun yang lalu nanggroe bertuah ini dilanda konflik berdarah selama hampir 30 tahun lamanya. Konflik yang disebut-sebut sebagai perang saudara antara sesama anak bangsa dan sesama muslim ini telah mengakibatkan perekonomian rakyat lumpuh, lembaga pendidikan hancur, masjid dan meunasah sepi dan redup sinar dakwahnya, dan ribuan janda dan anak yatim hidup dalam penderitaan dan air mata.
Banyak tokoh-tokoh Aceh yang menjadi korban sia-sia, seperti Prof. DR. Safwan Idris, Prof. DR. Dayan Daood, Mayor Jenderal (pur) Teuku Johan, ketiga-tiganya di Banda Aceh, Tgk. H. Nasiruddin, anggota DPR-RI, H. Zaini Sulaiman di Aceh Besar, Tgk. Bantaqiah di Beutong Ateuh, Tgk. Abdullah Syafi’I di Pidie, Abu Arafah di Lamno, Tgk Ishak Daud di pantai Timur Aceh dan ratusan tokoh lainnya telah gugur dalam konflik berdarah ini. Alhamdulillah, saat ini Aceh sudah damai, ekonomi sudah menggeliat kembali, masjid dan meunasah sudah bersinar dan dunia pendidikan telah berkembang dengan pesatnya. Allahu Akbar
Sebagai akhir khuthbah hari ini, khathib mengajak kita semua untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan kita, terutama pahlawan Islam Aceh yang bukan main banyaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Marilah kita pelihara perdamaian yang telah kita capai, semoga Allah mencurahkan rahmatNya kepada kita sekalian. Amin
Pertanyaan seperti itu mungkin timbul dari pandangan yang tidak mau melihat masa lalu, dimana dia tidak pernah terlibat dalam masa yang penuh kegetiran, cucuran darah dan air mata. Dia lebih suka memandang masa depan yang akan dia lalui, baik dalam suasana kepahitan dan kesengsaraan maupun dalam suasana kebahagiaan dan gelak tawa.
Pada hal sejarah masa lalu itu cukup penting kita ingat dan renungkan, karena disana penuh dengan mau’idhah dan kenangan yang dapat dipetik dari pengalaman hidup orang-orang sebelum kita. Itulah sejarah yang mengukir kehidupan umat terdahulu, yang kemudian melahirkan peristiwa demi peristiwa hingga sampai pada generasi kita sekarang ini.
Allah SWT menganjurkan kepada kita untuk berlanglang-buana di muka bumi ini, pergi ke negeri-negeri lain, tidak hanya terpaku di negeri atau tempat kita dilahirkan, supaya kita dapat mengetahui jejak langkah generasi terdahulu, peradabannya, perjuangannya dan hasil karyanya. Firman Allah SWT dalam Surat Yusuf, ayat 109 :
Artinya : “Mengapakah kamu tidak berjalan di muka bumi, supaya kamu dapat menyaksikan akibat / hasil perbuatan orang-orang sebelum kamu?”
Bahkan secara lebih tegas Allah memerintahkan kita untuk belajar dari pengalaman masa lalu untuk menatap masa depan yang lebih cerah. Firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyar ayat 18:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah setiap pribadi kamu melihat apa yang terjadi pada masa lalu untuk menatap masa depan yang akan datang”.
Saat ini jamaah haji dari seluruh dunia yang sedang berada di Madinah dianjurkan melakukan ziarah ke tempat-tempat yang bersejarah, seperti Masjid Quba, Masjid Qiblatain dan bukit/lembah Uhud di luar kota Madinah. Bukit/lembah Uhud adalah suatu tempat yang menjadi arena peperangan yang sangat dahsyat antara pasukan muslimin di bawah pimpinan Rasulullah SAW dengan pasukan musyrikin Mekkah yang ingin membalas dendam atas kekalahan mereka dalam perang Badar al-Kubra, setahun sebelumnya.
Begitu dahsyatnya perang Uhud ini sehingga menyebabkan 70 orang sahabat Nabi gugur sebagai syuhada dalam perang tersebut. Bahkan paman Nabi sendiri, seorang panglima yang gagah berani, Saidina Hamzah, turut syahid ditebas oleh pasukan musyrikin. Hati dan jantungnya dimakan mentah-mentah secara amat keji oleh seorang perempuan musyrik yang amat kejam, karena balas dendam atas kematian suaminya dalam perang Badar. Subhanallah.
Dalam kecamuk perang Uhud yang hebat itu Rasulullah yang amat kita cintai terjatuh dari kudanya, lalu terinjak oleh kuda musuh sehingga pipi dan bahu beliau bercucuran darah segar. Seorang musuh dari pasukan kuffar Quraisy yang melihat Nabi terjatuh lalu berteriak dengan sangat keras, Muhammad tewas , Muhammad tewas… Sahabat-sahabat Nabi yang mendengar teriakan musuh itu terkejut bukan kepalang, lalu bersama-sama menuju ke tempat Rasulullah terjatuh dan melindungi Rasulullah dari kepungan musuh. Alhamdulillah, ternyata Rasulullah SAW yang sangat mereka cintai masih hidup dan mulai merangkak bangun. Seorang perajurit Islam lalu berteriak dengan suara yang sangat keras, Rasulullah masih hidup, Rasulullah masih hidup.
Teriakan itu telah membangkitkan kembali semangat juang yang berkobar-kobar di kalangan prajurit Islam. Kemudian Rasulullah memerintahkan seluruh pasukan muslimin berkumpul untuk menyatukan kekuatan pada satu titik konsentrasi, guna menghadapi musuh yang sudah bersiap-siap menyerang kembali. Melihat pasukan muslimin sudah bersatu kembali dalam suatu kekuatan yang besar maka pasukan kuffar musyrikin mundur dari arena Uhud dan kembali ke Mekkah dengan hati yang berbunga-bunga, karena menganggap mereka telah mendapatkan kemenangan dalam perang Uhud tsb.
Nah sekarang, di lembah bukit Uhud tersebut terdapat makam 70 syuhada Uhud, termasuk Saidina Hamzah, pahlawan Islam yang sangat terkenal itu. Ketika jamaah haji berziarah ke makam syuhada Uhud, mereka berdoa dengan hati yang khalis, semoga para syuhada tersebut mendapat tempat yang paling indah di sisi Allah dalam syurga jannatun na’im, syurga yang penuh dengan taman yang menghadirkan keindahan dan kenikmatan, ditemani sang bidadari yang cantik jelita. Mengenai hal ini Tgk Chik Pante Kulu, seorang ulama, penyair dan mujahid Aceh bermadah dalam panton Aceh yang indah : Dalam syiruga budiadari indah rupawan, meukawan-kawan jidong meuriti. Badan jih tari seudang-seudang, dipreh cutbang dalam prang sabi. Allahu Akbar.
Di antara jamaah Haji yang berziarah ke jabal Uhud ini ada yang ber ikrar imajiner, yaitu ikrar yang tidak mungkin terjadi. Dengan bercucuran air mata dia mengadu dan berikrar kepada Allah: “Ya Allah ya Rabbi, andaikata saya hidup pada masa Rasulullah, maka saya akan membela kekasihku Rasulullah dalam perang Uhud, biarlah saya mati syahid, asal Rasulullah yang sangat kucintai tetap hidup untuk melanjutkan perjuangannya menghancurkan kaum kuffar.”
Inilah yang disebut dengan ikrar imajiner, yaitu suatu janji dan pengakuan yang tidak pernah akan terjadi, karena dia hidup dimasa kini, sedangkan Rasulullah SAW telah wafat ribuan tahun yang lalu. Namun inilah suatu realita dan pengaruh yang sangat besar dari ziarah ke makam syuhada, dimana mereka semua sadar bahwa para syuhada yang syahid di jalan Allah pantas dikenang. Memang jasad mereka itu telah mati, tetapi ruhnya, semangat dan spiritnya tetap hidup. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 154, Artinya : “Janganlah kalian mengatakan terhadap orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, tetapi orang itu tetap hidup, tetapi kamu tidak dapat merasakannya /memahaminya”
Kita kembali pada peringatan hari Pahlawan. Tanggal 10 Nopember 1945 di kota Surabaya, ribuan mujahidin Indonesia berperang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dibawah komando Bung Tomo, yang berkali-kali memekikkan Takbir , Allahu Akbar, Allahu Akbar. Pekikan takbir itu benar-benar telah membangkitkan semangat juang para mujahidin bangsa kita. Mereka bertempur di bawah desingan hujan peluru tentara Belanda yang dibantu pasukan Inggeris yang ingin menjajah kembali Indonesia.
Pasukan mujahidin dengan bersenjatakan bambu runcing dan senapang hasil rampasan dari tentera Jepang terus merengsek maju menghadapi tentera penjajah yang bersenjata lengkap. Prajurit bangsa kita rela mati di medan juang asal tanah airnya memperoleh martabat kemerdekaan. Dalam peperangan ini ratusan arek Suroboyo gugur, namun akhirnya pasukan mujahidin bangsa kita mampu mendesak mundur tentera Belanda dan Inggeris, bahkan dua pesawat tempur mereka berhasil ditembak jatuh.
Di bumi Aceh Serambi Mekkah pada awal kemerdekaan Indonesia, perjuangan mengusir penjajah Belanda pun berlangsung dengan hebatnya. Perajurit mujahidin Aceh terus mengejar tentera Belanda sampai ke tanah Deli dan Langkat. Seluruh rakyat Aceh bersama pemimpin dan ulama bersatu padu membela kemerdekaan, mengusir Jepang dan Belanda, sehingga Aceh merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang tidak pernah dijajah lagi oleh tentera kolonial Belanda.
Bahkan beberapa ulama besar Aceh, seperti Tgk. Mohd Daud Beureueh, Tgk Umar Lamjabat, Tgk. Hasan Krueng Kale dan Tgk Hasballah Indrapuri berkumpul dan bermusyawarah, lalu menetapkan satu fatwa bahwa perjuangan mengusir penjajah Belanda dan membela kemerdekaan Indonesia adalah wajib hukumnya bagi umat Islam Aceh sedangkan perajurit yang gugur dalam medan tempur melawan tentara kafir adalah pahlawan-pahlawan Aceh yang dipandang mati syahid.
Di sisi lain, memang seakan-akan Allah SWT telah mentaqdirkan bumi Aceh ini penuh dengan darah dan air mata. Beberapa tahun yang lalu nanggroe bertuah ini dilanda konflik berdarah selama hampir 30 tahun lamanya. Konflik yang disebut-sebut sebagai perang saudara antara sesama anak bangsa dan sesama muslim ini telah mengakibatkan perekonomian rakyat lumpuh, lembaga pendidikan hancur, masjid dan meunasah sepi dan redup sinar dakwahnya, dan ribuan janda dan anak yatim hidup dalam penderitaan dan air mata.
Banyak tokoh-tokoh Aceh yang menjadi korban sia-sia, seperti Prof. DR. Safwan Idris, Prof. DR. Dayan Daood, Mayor Jenderal (pur) Teuku Johan, ketiga-tiganya di Banda Aceh, Tgk. H. Nasiruddin, anggota DPR-RI, H. Zaini Sulaiman di Aceh Besar, Tgk. Bantaqiah di Beutong Ateuh, Tgk. Abdullah Syafi’I di Pidie, Abu Arafah di Lamno, Tgk Ishak Daud di pantai Timur Aceh dan ratusan tokoh lainnya telah gugur dalam konflik berdarah ini. Alhamdulillah, saat ini Aceh sudah damai, ekonomi sudah menggeliat kembali, masjid dan meunasah sudah bersinar dan dunia pendidikan telah berkembang dengan pesatnya. Allahu Akbar
Sebagai akhir khuthbah hari ini, khathib mengajak kita semua untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan kita, terutama pahlawan Islam Aceh yang bukan main banyaknya, baik laki-laki maupun perempuan. Marilah kita pelihara perdamaian yang telah kita capai, semoga Allah mencurahkan rahmatNya kepada kita sekalian. Amin
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !