Headlines News :
Home » » Haruskah Mengikuti Jejak Para Pahlawan?

Haruskah Mengikuti Jejak Para Pahlawan?

Written By MAHA KARYA on Friday, November 6, 2009 | 11/06/2009

Oleh Prof. DR. H. Farid Wajdi lbrahim, MA

Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah, ayat ke 154: "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup. Tetapi, kamu tidak menyadarinya".

Redaksi ayat di atas luar biasa indah, sistimatis dan sangat halus menusuk kalbu, bahwa dilarang mengatakan dan menyebut orang-orang yang wafat karena berjuang dan berjihad menegakkan agama Allah, mereka itu telah mati. Bukan. Mereka bukan telah mati. Bahkan, mereka masih hidup. Tetapi, kamu tidak menyadarinya.

Tinggi dan sangat mulia bahasa Al-Quran tersebut. Kita memberi penghormatan kepada para pejuang yang telah berkorban segalanya, harta dan jiwanya "amwalahum waanfusahum”.

Dengan hanya satu tujuan: membebaskan negara ini dari cengkeraman para penjajah dalam semua bentuk dan wajahnya, serta ingin mewariskan negara ini kepada anak cucunya untuk diurus dan dikelola dengan benar, tanpa sedikitpun campur aduk dengan ‘ala-ala’ para penjajah.

Jelas sekali tujuan pejuangan mereka. Keikhlas, ketulusan, dan rasa tanggung jawab terhadap Allah dan ummat. Juga sisi lain yang mewarnai semangat kejuangan mereka, kegigihan, kejujuran, dan pantang menyerah, juga ikut andil mengiringi perjuangan mereka. Maka, hasilnya? Ya, luar biasa banyaknya. Bisa kita lihat dan sekaligus menikmatinya sekarang ini. Meskipun kita tidak syukuri dan berterima kasih kepada mereka sedikit pun.

Malah, mengenang jejak-jejak mereka, dan mengirim sedikit do'a pun kita masih terhalangi dengan berbagai kesibukan duniawi yang tidak jlas, yang ujung-ujungnya sangat bertentangan dengan semangat dan jejak-jejak para pahlawan tersebut. Sikap dan perilaku-perilaku yang dibenci para pehiawan, malah kita praktikkan dalam keseharian kita dengan tamak, buas dan rakus. Korupsi sudah menjadi tabiat dan tradisi. Merambah dan merampok hak-hak anak cucu kita, seperti hasil-hasil alam, baik di daratan, lautan. Bahkan, di udara, dengan polusi, illegal loging, dan segala kebuasan lainnya.

Gempa, tsunami, banjir, dan lainnya, adalah teguran-teguran Allah dan alam, serta "ruh para pahlawan", yang membenci kepada kebuasan, ketamakan, dan kezaliman- kedhaliman.

Allah SWT menegaskan: "Telah terjadi kerusakan di daratan dan di lautan, akibat tangan-tangan manusia..." (Al-Rum: 41).

Lihat, perhatikan, saksikan dan rasakan sendiri. Apa betul firman Allah ini? Lalu, masihkah kita biarkan kerusakan demi kerusakan? Atawa, kita-kita ini bagian dari "jama'ah" yang merusak alam itu.

Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Teuku Umar, Tengku Syik Di Tiro, Po Cut Baren, Iskandar Muda, dan lain-lain, mereka masih hfdup. Tetapi, berbeda alam dengan kita. Mereka di kebun-kebun syurga, menikmati hasil jerih payahnya. Mereka juga setiap saat mengawasi kita. Kadang-kadang ada yang membisik di telinga-telinga kita, dengan bahasa mereka, "Jangan biarkan masa depan anak cucu kita dihancurkan! Labih-lebih masalah agama dan keyakinan kita! Jika engkau biarkan kemungkaran-kemungkaran itu, berarti, kamu bagian dari mereka!"

Itulah bisikan jujur dan ikhlas dari para syuhada. Mereka masih hidup di mana-mana, di buku-buku, kitab-kitab, pusara, di majalah-majalah, artikel, karangan-karangan, lukisan-lukisan. Bahkan, di setiap hati ummat.

Meski Cut Nyak Dhien "rumahnya" di Sumedang, Jawa Barat, sebagai pembuangan, akibat politik kotor dan sebuah konspirasi sangat menjijikkan, dalam kondisi mata Cut Nyak sudah rabun. Beliau masih hidup dalam kejauhan. Menatap selalu ke Nanggroe Aceh, tempat kelahirannya, sekaligus tempat yang diimpikan menjadi "kebun-kebun surga” kelak, tanpa dihuni “Panglima Tibang” yang ikut dalam konspirasi membocorkan tempat persembunyiannya kepada musuh, yakni kaphe-kaphe laknatillahi.

Meskipun, Sang Pangilima Tibang ketika itu terkejut, mengapa Cut Nyak tahu beliau yang membocorkan rahasia itu. Dan lebih terkejut lagi, ketika mau ditangkap, Cut Nyak berteriak: “”Jangan coba-coba sentuh aku.” Dengan sebilah rencong di tangannya. “Jangan coba-coba dekati aku, jangan kau jamah tubuh suci ini wahai kafir-kafir laknatillah".

Itulah gambaran, bahwa dalam internal orang Aceh sendiri masih ada orang-orang yang melekat sifat-sifat berkawan dan bersahabat dengan musuh. Dan bermusuhan dengan kaumnya sendiri. Sifat dengki, khianat, iri, dan ku’eh masih saja terlihat sampai hari ini. Padahal, Cut Nyak Dien, sebagai sampel telah terkorban dengan sifat-sifat dan tabi'at dengki itu.

Maka, jangan biarkan pengkhianat perjuangan lainnya bergentangan di Nanggroe Iskandar Muda bertuah ini! Meskipun, Cut Nyak terkorban dalam konspirasi bumi putera-penjajah. Namun beliau telah menjembatani "nasionalisme" anak bangsa, walau hanya ketika itu antara Aceh dengan Bandung, Jawa Barat (Sumedang).

Dengan gambaran hiruk pikuk aksi-aksi para pahlawan tersebut, mari kita jawab pertanyaan, “Haruskah Kita Mengikuti Jejak Para pahlawan?” Jawabannya adalah, "harus". Harus diikuti jejak-jejak mereka, yakni, pertama, perilaku, mental dan akhlakul karimah mereka. Kedua, keberanian dan pantang menyerah terhadap musuh-musuh, yang ingin menghancurkan dan menguasai harga diri, marwah, martabat dan tanah air. Ketiga, semangat keikhlasan, kejujuran, dan tangungjawab membela ummat, dengan mengorbankan diri dan harta benda. Dengan ini, maka mereka masih tetap hidup dalam setiap hati ummat dan bangsa.

Khatib, Rektor IAIN Ar-Raniry
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin