Headlines News :
Home » » Nilai Ketaatan Kepada Pemimpin

Nilai Ketaatan Kepada Pemimpin

Written By MAHA KARYA on Monday, October 5, 2009 | 10/05/2009

Khatib : Tgk. H. Faisal Ali

Islam adalah sistem integral yang mampu mengarahkan manusia menuju kebahagian dunia dan akhirat. Islam telah membangun sebuah sistem yang lengkap dan saling melengkapi. Yang salah satu sisinya tidak mengorbankan yang lain. Islam mengatur hubungan antar individu masyarakat di atas landasan yang kuat, ditentukannya hak dan kewajiban masing-masing. Agar semua hak tidak terzalimi dan kewajiban bisa terpenuhi, maka dituntut adanya pemimpin.

Seorang ayah adalah pemimpin di rumahnya dan guru pemimpin bagi anak didiknya. Hubungan antara pemimpin dengan rakyatnya sejalan dan serasi dengan tuntunan agama yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW. Aqidah sebagai pondasi, ibadah sebagai ikatannya dan muamalah sebagai sarananya berjalan harmonis dan dinamis.

Kepemimpinan merupakan sesuatu yang wajib dalam kehidupan, agar kehidupan menjadi lebih teratur dan keadilan bisa ditegakkan. Sehingga tidak berlaku hukum rimba, dimana yang kuat memangsa yang lemah. Kewajiban ini didasari pada Hadist Rasul, “Apabila tiga orang di antaramu mengadakan perjalanan, maka jadikanlah salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin.”(HR. Abu Hurairah).

Dalam hadist lain disebutkan, “Semua kamu adalah pemimpin dan kamu akan diminta pertanggungjawabannya terhadap kepemimpinanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Pemimpin adalah seseorang yang berada didepan sebagaimana dalam “lisanul arabi” dari makna itu seorang pemimpin menjadi penunjuk jalan kebaikan dan penyeimbangan dalam kehidupan, sesuai dengan yang dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hambal ketika melihat diremehkannya orang-orang yang jujur dan naiknya para pendusta, serta dilimpakannya urusan-urusan penting kepada yang bukan ahlinya. “Jika hari ini kalian melihat sesuatu sudah dianggap sama , maka kalian akan terheran-heran.” Kepala rumah tangga bertanggungjawab terhadap pendidikan anak-anaknya dan mengarahkan mereka agar menjadi anak yang shaleh. Kepemimpinan adalah amanah dan tanggungjawab. Amanah itu untuk dijalankan penuh tanggungjawab, baik kepada Allah maupun kepada manusia.

“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak dan apabila kalian memerintah, maka memerintahlah berdasarkan keadilan. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha melihat.” (QS. An-Nisaa’: 58)
Amanah adalah kalimat pendek yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan barang. Namun sesungguhnya amanah mempunyai makna yang mencakup seluruh aspek kehidupan, tidak hanya terkait dengan hal-hal seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang dititipkan atau dipercayakan.

Ayat di atas menegaskan bahwa, amanah tidak melulu menyangkut urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Berdakwah untuk menyeru kepada kebaikan dan menjauhi kezaliman adalah amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan manusia termasuk makhluk ciptaan Allah lainnya secara baik adalah amanah. Ini diperkuat dengan perintah-Nya: “Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu inti dari amanah .
Rasulullah SAW bersabda, “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

Rasulullah bersabda, “Barang siapa diserahkan oleh Allah suatu urusan kaum muslimin, tetapi ia tidak menjalankannya dengan baik dan tidak memperjuangkan nasib orang miskin, maka Allah tidak akan memperhatikan keperluannya.”(HR. Turmuzi)

Hadist ini menjelaskan tugas pokok seorang pemimpin adalah memperjuangkan nasib rakyat dan mengangkat martabatnya. Seorang pemimpin di angkat untuk ditaati dan diikuti, oleh karena itu, pemimpin harus mampu mengaplikasikan empat prinsip :
a. Berpedoman pada Al-Quran dan Hadist dalam menjalankan amanah.
b. Menunaikan amanah kepada seluruh rakyatnya.
c. Menegakkan supremasi hukum secara adil dan bermartabat.
d. Komitmen dalam ketaatan kepada Allah dan Rasulnya.

Selain yang empat di atas seorang pemimpin juga harus menjadi teladan bagi yang dipimpinnya. Pemimpin yang wajib ditaat dan dituruti ialah pemimpin yang yang menjadikan empat prinsip di atas didalam kepemimpinannya dan tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan.

Karena mentaati mereka termasuk dalam perintah Allah, dan ketaatan kepadaAllah adalah wajib. Sebagaimana firmanAllah SAW, artinya: Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya) dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kamu berbeda pendapat pada sesuatu maka kembalikan Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari qiamat. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisaa:59)

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, artinya: “Tidak (boleh) taat (terhadap perintah) yang di dalamnya terdapat maksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebajikan.”

Juga sabda Nabi SAW, "Wajib atas seorang Muslim untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin) pada sesuatu yang ia cintai atau ia benci kecuali jika ia disuruh untuk berbuat kemaksiatan. Jika ia disuruh untuk berbuat kemaksiatan, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.”

Apabila mereka memerintahkan perbuatan maksiat, saat itulah kita dilarang untuk mentaatinya, namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya.
Rasulullah SAW bersabda, artinya: …Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah Yang Mahamulia lagi Mahatinggi, tetaplah mendengar dan mentaati, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak hitam...”

Dalam hadist-hadist di atas sangatlah jelas, bahwa taat itu hendaknya pada hal-hal yang sudah jelas dan ukuran standardnya pun tepat. Dan ini bukan termasuk bid’ah serta perkara yang diada-adakan, bahkan merupakan jejak langkah generasi terbaik. Abu Bakar ash-Shiddiq --salah satu khalifah yg lurus, dan orang yang bersama Rasul SAW ketika di dalam gua, beliau berkata di awal pidato pengangkatannya: “Taatlah kalian kepadaku selama aku taat kepada Allah. Jika aku maksiat kepada-Nya, maka tidak ada kewajiban atas kalian untuk taat kepadaku.”

Ini merupakan pelajaran bagi seorang pemimpin, yaitu tidak mewajibkan untuk taat kepadanya, kecuali jika dia mentaati perintah-perintah Allah sekaligus menjadi bekal pula bagi bawahannya agar ia tidak mau diperintahkan untuk berbuat maksiat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme, ketaatan hanya pada hal-hal yang makruf.
Islam sebagai agama rahmat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian (humanisme), dan wajib diyakini dengan seyakin-yakinnya Al-Quran dan sunah merupakan rujukan yang kaamil (sempurna) dan syaamil (lengkap) bagi umat Islam. Jika kita berpegang teguh pada keduanya, maka kita dijamin tidak akan tersesat untuk selama-lamanya.

Namun, abat berganti abad generasi berganti generasi mulai tampak adanya skenario pengingkaran Al-Quran dan hadist secara sistematis. Nilai-nilai kemanusiaan universal pada kenyataanya telah bersemai secara berlebihan dan tidak seimbang dengan nilai ketuhanan di dalam sanubari generasi Islam, akibatnya lahirlah generasi Islam yang sudah terkikis jiwa keislamannya. Mereka tak peduli dengan perkembangan Islam, bahkan justru berusaha menghalang-halangi perkembangan Islam. Seorang ulama mengatakan, bahwa perkembangan Islam dihalangi oleh umat Islam sendiri. Mengingkari syariat berbeda hukumnya dengan tidak mengamalkan syariat karena pengingkaran syariat kadang-kadang seseorang bisa keluar dari Islam (murtad). nau’uzubillah.
Allah berfirman: “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh,maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya sedikitpun.” (QS. Maryam: 59-60)

Dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan akan kemunculan sebuah generasi sesudah generasi rasul, sahabat dan tabi’ tabi’in. Generasi ini gambaran sebuah generasi yang rusak agama dan moralitasnya. Sehingga mereka menjadi generasi Islam yang hanya pada KTP sebagaimana Rasul Bersabda, “Akan datang pada akhir zaman, di kala itu Islam tidak tinggal melaikan namanya, dan Al-Quran tidak tinggal melaikan tulisannya, masjid-masjidnya bagus namun kosong dari petunjuk.” (HR. Bukhari)
Al-Quran dan hadist jangankan untuk diamal dan dijadikan sumber inspirasi serta hudan (petunjuk), tetapi bagi sebagian generasi muslim membacanya saja sudah tidak mampu. Ketika manusia semakin jauh dari kedua sumber tersebut, maka hatinya pun semakin kurus dan menderita, sehingga pada gilirannya hati jadi mati, dan kematian hati merupakan mati sebelum mati. Al-Quran yang semestinya menjadi penyejuk relung-relung hati dan nyayian hati yang sedang gundah gelisah sekarang pada sebagian kita hanya tinggal pesona bacaannya waktu dilantunkan dan gersang dari pesan-pesan yang terkandung didalamnya.

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari qiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 124)
Musuh-musuh Islam sangat berkeinginan menghancurkan Islam dan berusaha meredupkan cahayanya. Mereka sangat berkeinginan menyimpangkan kita dari agama yang menjadi sumber kemuliaan bagi kita dan sarana menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat
0“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agama mu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Dan barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah yang huni neraka, mereka kekal di dalamnya.“ (QS. Al-Baqarah: 217)

Sebagai seorang muslim yang lahir dari rahim orang muslim kita perlu mengetahui dan menyakini, di dalam dinul Islam, ada kenyamanan dan keamanan bagi yang ketakutan, keadilan dan kearifan bagi yang tertimpa kezaliman, kemerdekaan bagi siapa yang mengalami penindasan dan permusuhan, naungan yang meneduhkan bagi yang menginginkan ketenteraman dari musuh yang bewajah manis dan pengkhianat berlagak penolong. “Maka jika datang kepadamu petunjuk daripadaku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thaha:123)
Khatib, Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin