Gerakan “menjadi penghafal Quran” benar-benar telah memasyarakat di Aceh. Banyak pihak merasa tak sempurna keislamannya jika tak ikut membicarakan, melibatkan diri dan mengambil inisiatif dalam gerakan ini. Menghafal quran bukan lagi hal yang memberatkan dan ekslusif, tapi merupakan bagian dari gaya hidup masyarakat kita.
Ini adalah hal menggembirakan dalam pelaksanaan syariat Islam. Sebab, sebelum Gubernur Ibrahim Hasan menggagas Madrasah Tahfidz Ulumul Quran di Panteriek tahun 80-an, seolah-oleh menjadi penghafal quran adalah hal yang langka. Seakan menghafal quran hanya tradisi negara-negara Timur Tengah.
Namun, alhamdulillah, sekarang, upaya melahirkan penghafal quran menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Aceh. Dimana-mana kita menemukan inisiatif membentuk kelompok, ma’had atau pesantren khusus penghafal quran. Menurut data yang ada, tidak kurang 1.200 santri di Aceh saat ini sedang menghafal quran di beberapa pesantren tahfidh. Data itu belum termasuk program tahfidz yang sifatnya pribadi dan kelompok yang belum melembaga.
Lihatlah antusiasme masyarakat Aceh menyambut gerakan menghafal quran ini. Setiap peringatan nuzul quran kita disegarkan kembali dengan semangat mengafal Quran, kemudian masyarakat menggagas PAUD dengan program unggulan hafal quran, demikian juga ada madrasah ibtdaiyah dan stanawiyah tahfidz, pesantren dengan target hafalan tertentu dan juga perguruan tinggi yang mengratiskan SPP bagi calon mahasiswa yang hafidz.
Fakta lain menunjukkan, dalam tasyakkur kenaikan tingkat TPQ Tgk Chik Eumpe Awe Indrapuri, baru-baru ini, jurusan yang paling banyak alumninya dari jurusan tahfidz quran. Kita menduga, hal yang sama terjadi pada TPQ lainnya. Anak-anak Aceh menjadi peserta lomba tahfidz di televisi nasional, bahkan tak jarang pemuda Aceh penghafal quran diundang menjadi imam shalat di luar negeri.
Untuk itu, kita patut memberi dukungan dan apresiasi terhadap inisiatif pribadi, kelompok, lembaga, bahkan instansi pemerintah yang mendukung lahirnya banyak penghafal quran di Serambi Mekkah ini. Kita berpendapat, sudah seharusnya kebijakan keuangan Aceh juga mendukung berbagai upaya “produksi hafidz” di Aceh.
Dengan demikian, lingkungan Aceh memberi ruang yang seluas-luasnya bagi siapapun menjadi penghafal quran, minimal seperti yang dilakukan di Pidie, satu hari mengafal satu ayat quran. Dengan menghafal quranlah peringatan nuzulul quran membari makna penting bagi muslimin Aceh.Sayed Muhammad Husen
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !