Headlines News :
Home » » Kembali Kepada Fitrah

Kembali Kepada Fitrah

Written By MAHA KARYA on Saturday, August 25, 2012 | 8/25/2012

Drs.H.Ibnu Sa’dan,MPd
Perpisahan dengan Ramadhan seharusnya kita rasakan sebagai sebuah perpisahan yang mengharukan, perpisahan dengan sebuah momen istimewa. Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah. Di dalamnya kita semua dihantarkan secara perlahan menuju titik fitrah. Titik penciptaan kita yang bersih dan suci. Kata fitrah di ambil dari kata fathara yafthuru artinya menciptakan. Allah Sang Pencipta tidak pernah bermaksud buruk ketika pertama kali menciptakan manusia. Karena itu tidak mungkin manusia mencapai kesempurnaan dirinya tanpa kembali ke titik asal diciptakannya. Itulah titik di mana manusia benar-benar menjadi manusia. Bukan manusia yang penuh lumuran dosa dan kekejaman. Bukan manusia yang dipenuhi gelimang kemaksiatan dan kedzaliman.

Tidak ada ajaran bahwa kita wajib mentaati Allah dan rasulNya hanya di bulan Ramadhan saja, setelah itu kita kembali berbuat dosa. Ramadhan sebagai titik tolak kembali ke fitrah sejati. Bahwa dari Ramadhan kita bangun komitmen ketaatan seumur hidup seperti ketaatan selama Ramadhan. Dalam surah An Nahl 92, Allah berfirman: Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.

Ayat ini mengabadikan sikap hidup seorang wanita jahiliyyah, menurut riwayat bernama Rithah al-Hamqa dari Bani Ma’zhum, yang frustasi karena ditinggal suaminya yang hanya kawin untuk mengeruk kekayaan keluarganya.Wanita ini mengumpulkan benang yang banyak dan memintalnya menjadi kain, tapi setelah benang itu menjadi kain, benang-benangnya diurai kembali. Demikian dia lakukan secara berulang-ulang.

Setiap tahun kita menjalani ibadah Ramadhan dengan penuh semangat siang dan malam: siangnya kita berpuasa, malamnya kita tegakkan shalat malam, tetapi benarkah nuansa ketaatan itu akan terus bertahan seumur hidup kita? Atau itu hanya untuk di bulan Ramadhan saja? Berapa banyak orang Islam yang selama Ramadhan rajin ke masjid, tetapi begitu Ramadhan habis, seakan tidak kenal masjid lagi. Berapa banyak orang Islam yang selama Ramadhan rajin membaca Al Qur’an, tetapi begitu Ramadhan selesai, Al Qur’an dilupakan begitu saja. Mirip dengan kisah Rithah al-Hamqa yang Allah ceritakan di atas. Selama Ramadhan ketaatan dirangkai, begitu Ramadhan habis, semua ketaatan yang indah itu dicerai beraikan kembali.

Di dalam bulan Ramadhan, nafsu kita dididik untuk menjadi yang muthmainnah. Nafsu Ammarah dan Nafsu Lawwamah dibina, diarahkan dan dikendalikan sehingga berkembang menjadi lebih baik. Nafsu Ammarah yang selalu punya kecenderungan berbuat dosa, di awal ramadhan sudah kita azamkan untuk kita perangi. Nafsu Lawwamah yang sering kita campurkan antara keinginan baik dan keinginan kita yang berlumuran dosa juga sudah kita usahakan untuk lebih suci dan bersih. Kita paksakan diri kita untuk meminimalkan perbuatan dosa demi untuk meraih derajat Nafsu muthmainnah, nafsu yang penuh keredlaan Allah, nafsu yang selalu mengandung semangat untuk menghiasi kehidupan seorang mukmin dengan kebaikan.

Selama Ramadhan kita telah berjuang mengendalikan nafsu dari maksiat. Itu menunjukkan bahwa nafsu sebenarnya sangat lemah. Artinya bahwa manusia bukan makhluk yang dikendalikan oleh nafsu, melainkan dialah yang mengendalikan nafsunya. Dalam Al Qur’an Allah selalu menceritakan hancurnya kaum-kaum terdahulu adalah karena mereka hidup di atas kebebasan nafsunya. Mereka tidak menggunakan akal. Mereka seperti binatang bahkan lebih parah lagi. Allah berfirman: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf: 179)

Di bulan Ramadhan adalah kesempatan kita untuk meningkatkan ibadah.Kita telah membuktikn selama Ramadhan bahwa kita mampu meningkatkan ibadah kita. Lihatlah  masjid-masjid penuh selama Ramadhan. Malam harinya – terutama pada sepuluh malam terakhir – sepanjang malam masjid hidup dengan orang-orang ber’tikaf, baca Al Qur’an dan shalat malam. Di rumah-rumah, kantor-kantor dan di pusat-pusat ibadah, terdengar suara mendengung orang-orang sedang membaca Al Qur’an. Kita telah menjadikan ramadhan bulan Al Qur’an. Itu semua adalah bukti nyata bahwa pada dasarnya kita mampu beribadah dengan baik. 

Sanggupkah kita menjadikan suasana yang demikian sepanjang tahun pasca Ramadhan ini? Menjadikan Al Qur’an membumi dalam hidup kita? Istiqamahkah kita dalam mengisi hidup hari ini dan dan selanjutnya bersama Al Qur’an? Inilah tugas masing-masing kita untuk tetap istiqamah sehingga kita tidak seperti Rithah al-hamqa yang menenun kain lalu mengurai kembali benang-benangnya.

Kita sudah bersungguh-sungguh di bulan Ramadhan untuk patuh kepada perintah-perintah Allah SWT. Bila Allah perintahkan puasa, kita langsung puasa. Padahal itu perbuatan yang sangat berat. Sebab yang kita tahan adalah hal-hal yang sebenarnya halal dan boleh dikerjakan. Ini menunjukkan bahwa tidak ada alasan lagi setelah Ramadhan untuk tidak ikut apa kata Allah. Sebab Dialah Allah Yang Maha Mengetahui. Semua yang datang dariNya pasti benar. Orang-orang yang tidak mengikutiNya pasti celaka. Karena Dialah yang memiliki langit dan bumi. Dialah pula Raja di Hari Pembalasan (maaliki yawmiddin).

Dalam sejarah, banyak contoh kaum terdahulu yang sombong, tidak mau ikut Allah, karenanya mereka menolak ajakan para rasul. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang dengan terang-terangan menentang dan menyakiti nabi-nabi Allah. Allah tidak pernah gentar dengan kekuatan apapun dari makhlukNya. Pun Allah tidak pernah takut akibat apapun yang akan terjadi ketika menimpakan adzab kepada mereka.Maka kepatuhan kita ini tidaklah berhenti sampai di bulan Ramadhan saja.

Nilai kebersamaan juga telah kita bangun di dalam bulan Ramadhan sesama kita. Kita gelar acara buka bersama, tarawih bersama bahkan ada yang sahur bersama, terutama sekali kebersamaan yang terbentuk dengan sendirinya dalam keluarga yang sangat sulit kita dapati di bulan-bulan yang lain. Bulan ramadhan mengakrabkan kita dengan keluarga kita. Komunikasi kita dengan anak dan isteri terbangun dengan indahnya. Perhatian kita kepada keluarga begitu maksimal. Akankah ini berlanjut dalam gerak langkah kita hari ini dan esok? Akankah tertanam dalam jiwa dan pikiran kita kepedulian kepada pendidikan anak kita?, pendidikan yang islami, pendidikan yang menghantarkan mereka kepada keselamatan dunia dan akhirat? 

Mari..masing-masing kita menanamkan azam dalam hati kita untuk menjaga keluarga kita dari pengaruh-pengaruh yang tidak benar dengan mengarahkan anak-anak kita kepada pendidikan yang benar, pendidikan yang diridlai oleh Allah SWT, bukan pendidikan yang bernuansa materialistik yang bisa melupakan mereka kepada kehidupan akhirat. Surat At-tahrim ayat 6 telah mengajarkan sekaligus mengancam kita untuk serius memberikan perhatian kepada anak isteri kita. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim: 6)

Perhatikanlah! betapa Allah swt. telah memberikan langkah-langkah praktis bagaimana menuju masyarakat yang baik. Yaitu dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Sebab hanya kedua unsur inilah pilar pokok sebuah masyarakat dan Negara. Pribadi yang menjaga dirinya dan keluarganya dari api neraka adalah pribadi yang bersih. Bersih dari dosa-dosa kepada Allah swt. Oleh sebab kebersamaan ini harus kita lanjutkan dan lestarikan.

Selama Ramadhan kita telah berpuasa dari yang halal. Maka tidak ada alasan untuk mengambil yang haram. Masyarakat yang hidup di atas harta haram adalah masyarakat yang rapuh.  Dalam Al Qur’an kita membaca firman Allah: Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 100)

Dalam ayat ini Allah befirman bahwa harta haram itu sebagai al khabits (kotoran yang menjijikan). Artinya seandainya harta haram itu Allah nampakkan berupa kotoran niscaya manusia yang berakal tidak akan mengambilnya. Karena itu tidak akan pernah sama dengan ath thayyib (yang halal dan baik) sekalipun jumlahnya jauh lebih sedikit. Mengapa? Sebab yang khabits merusak tatanan kehidupan, sementara yang thayyib menyebarkan kebaikan. Oleh sebab itu Allah lalu perintahkan agar bertaqwa: fattaqullah yaa ulil albaab. Apa artinya? Bahwa taqwa tidak akan tercapai selama seseorang masih mengkonsumsi harta haram. Maka hanya dengan menjauhi harta haram seseorang akan terhantar ke level taqwa. Bila masing-masing pribadi bertaqwa otomatis rumah tangga akan bersih dari harta haram. Bila rumah tangga bersih dari harta haram, otomatis masyarakat akan bersih dan lebih dari itu Allah akan melimpahkan keberkahanNya. Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf: 96)

Ramadhan adalah contoh kehidupan hakiki dan kepribadian hakiki seorang muslim sejati. Itulah rahasia mengapa Allah swt. menjadikan amalan-amalan Ramadhan sebagai tangga menuju taqwa: la’allakum tattaquun. Itu tidak lain karena dari ramadhan akan lahir kesadaran maksimal seorang muslim sebagai hamba Allah. Kesadaran yang menebarkan kasih sayang kepada seluruh manusia, menyelamatkan mereka dari kedzaliman dan aniaya, mengajak mereka kembali kepada Allah, karena itulah fitrah manusia yang hakiki.Dan yang diharapakan dari kita semua sebagai manusia muslim untuk istiqamah menjaga nilai fitri tersebut pada diri kita masing-masing, sehingga tidaklah dengan berlalunya ramadhan berlalu pula kebaikan dari dari diri kita.
Khatib, Ka Kanwil Kementerian Agama Provinsi Aceh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin