dr. Ichsan, MSc.
“Untuk apa mengurusi warga negara lain…? Lha wong di negara sendiri masih banyak yang mati kelaparan, masih banyak pengangguran dan pembunuhan di mana-mana. Urusan sendiri saja belum beres, ngapain ngurus urusan orang lain, hahh…??!” Begitulah ucapan memprihatinkan yang acap kali kita dengar dari sebagian masyarakat kita yang belum paham benar arti ukhuwah islamiyah.
Saudaraku, sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ada beberapa sebab yang mengikat seseorang atau sekelompok orang ke dalam sebuah persaudaraan. Di antaranya adalah: Ikatan karena hubungan darah; persaudaraan karenanya disebut keluarga, sanak saudara atau keluarga besar. Ikatan karena letak geografis dan wilayah territorial; persaudaraan karenanya disebut nasionalisme, ia berupa sebuah Negara.
Ikatan karena kedekatan etnis; persaudaraan karenanya disebut kelompok suku, seperti Aceh, Jawa, Batak, Papua dan seterusnya. Ikatan karena hubungan pertemanan; persaudaraan karenanya disebut sahabat. Ikatan karena organisasi; seperti HMI, KAMMI, Parpol, dan lain-lain. Ikatan karena kesamaan manhaj dalam menjalankan Agama; seperti Ikhwan, HTI, Jamaah Tabligh, dan sebagainya.
Dan, Ikatan karena kesamaan Aqidah, yaitu persaudaraan karena Allah semata. Lalu ikatan yang manakah yang paling kuat di antara berbagai jenis persaudaraan itu.? Mari sejenak kita uraikan; tatkala seseorang bersaudara karena hubungan darah maka ikatan itu akan bisa putus hanya karena adanya perselisihan di antara anggota keluarga, bukankah banyak kita dapatkan seseorang bisa melukai bahkan membunuh keluarganya sendiri hanya karena harta..? Bahkan persaudaraan ini bisa berakhir karena batas usia, jika Anda mencintai ibu Anda lalu beliau meninggal dunia maka berakhirlah persaudaraan Anda itu secara zhahir.
Atau bila Anda bersaudara karena ikatan geografis maka ia akan lebih mudah berakhir hanya karena perpecahan yang terjadi, lihatlah bagaimana Uni Sovyet hancur berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Begitu pula hubungan yang diikat karena suku, pertemanan, organisasi atau bahkan kesamaan manhaj dalam menjalankan agama, semua itu bisa bubar kapan saja. Tapi berbeda dengan ikatan persaudaraan karena Aqidah, ia kokoh sepanjang masa. Bila Anda mencintai seorang saudara karena Allah maka cinta itu akan mengakar dan mendarah daging dalam diri Anda. Bukankah Allah tidak pernah mati…? Bukankah Allah tidak pernah bubar? Bukankah Allah selalu ada untuk kita kapan pun dan di manapun kita berada?
Ingatlah ketika Allah SWT berfirman: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” QS. Ali-Imran: 103
Lalu tidakkah kita merasa warga muslim Rohingya yang ditindas di Myanmar itu adalah saudara kita? Begitu pula warga muslim yang dibantai di Palestina.? Di Suriah? Dan di belahan bumi Allah yang lainnya? Bukankah sangat jelas bahwa mereka saudara kita? Lalu siapakah yang telah mempersaudarakan kita dengan orang yang kita tidak kenal itu, bahkan berjumpa pun belum pernah itu…? Siapa..??
Allah Berfirman: “Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” QS. Al-Anfal: 63. Lihatlah saudaraku, Allah-lah yang telah mempersaudarakan kita dengan mereka..! Lalu adakah persaudaraan yang lebih kuat daripada ikatan yang diikat langsung oleh Allah SWT..? Adakah ikatan yang lebih kokoh daripada ikatan yang dijalin oleh sang Maha Pencipta itu..?? Atau adakah cinta yang lebih dalam daripada cinta karena Allah yang Maha mencintai itu…???
Tentu saja kita semua punya nasionalisme terhadap bangsa kita. Kita akan membelanya bila ada yang mengganggu dan ingin merampasnya. Dan kita akan terus hidup berdampingan dan saling menghormati dengan pemeluk agama lain. Tetapi ingatlah bahwa seorang muslim yang baik tidak hanya memiliki pandangan yang sempit dalam memaknai nasionalisme ini. Batasan nasionalisme seorang hamba Allah adalah aqidahnya, jadi di manapun di bumi ini yang ada warga muslim yang mengucapkan kalimat “Laa Ilaha Illallah“, maka itu adalah bumi kita dan mereka adalah saudara kita.
Kita wajib untuk menghormati kemuliaannya dan siap berjuang dengan tulus untuk kebaikan mereka. Sebagai seorang yang beriman kepada Allah, kita wajib ikut merasakan apa yang mereka rasakan dan memikirkan kepentingan-kepentingan mereka. Wawasan kebangsaan kita tidak hanya dipersempit oleh letak geografis semata atau letak teritorial wilayah belaka. Bila batas-batas wilayah teritorial wilayah itu masih mencegah dan menghalangi pergaulan dan persaudaraan seseorang dengan muslim lainnya, maka mungkin sah lah bila kita berkata: „Hari gini masih menganggap pergaulan dan persaudaraan sesama muslim itu dibatasi oleh geografis dan teritorial sebuah negara…?? Kurang gaul kamu bro…!“
Saat ini, seketika mata dunia terbelalak dengan kejadian sadis yang menimpa warga muslim Rohingya. Bagaimana tidak, mulai dari pembakaran rumah, penyiksaan, pemerkosaan, pembunuhan dan pengusiran saat ini sedang dialami oleh saudara kita di Myanmar. Terlepas dari beberapa gambar hoax tentang kejadian di sana yang akhir-akhir ini disebarkan, fakta yang terjadi di lapangan tetap tak bisa dipungkiri. Seperti yang diutarakan Muhammad Nuh, seorang pengungsi Rohingya yang saat ini terdampar di Medan Sumatra Utara bahwa pembantaian, pembakaran, pengusiran dan kekerasan masih terus terjadi terhadap warga muslim Rohingya di sana. Ribuan orang sudah dibunuh, puluhan ribu anak sudah menjadi anak yatim. Bahkan mereka dipaksa untuk pindah ke agama tertentu.
Mari kita ukur kepekaan kita dalam berukhuwah. Sederhananya begini saudaraku, mari kita bertanya pada diri sendiri; Apakah seumur hidup kita, kita pernah dengan sengaja mendoakan saudara-saudara kita di Palestina, suriah, Mesir atau Rohingya sana…? Pernahkah kita mengeluarkan secuil harta kita untuk darah dan airmata saudara-saudara kita di sana…? Atau…adakah kita merasa sedih ketika melihat penyiksaan demi penyiksaan yang dipertontonkan di depan mata kita melalui layar-layar televisi di rumah kita…?? Marahkah kita kepada para durjana yang membunuhi saudara-saudara kita itu…? Atau kita tidak merasakan apa-apa, biasa dan tenang-tenang saja…?? Bila jawabannya tidak, maka patut kita pertanyakan kembali pemahaman agama kita. Hendaknya kita senantiasa memperbaiki diri untuk menjadi hamba Allah yang lebih baik.
Di luar sana ada puluhan ribu muslim Rohingya yang kelaparan karena tidak punya uang untuk membeli makanan. Di saat kita berbuka bersama keluarga dengan makanan yang melimpah, ada saudara kita di sana yang bingung harus berbuka dengan apa. Bayangkan, ada ribuan anak yang kehilangan ibu-bapak mereka yang telah terbunuh, lalu kepada siapa mereka harus menangis..? Kepada siapa mereka harus minta dibelikan baju hari raya…?? Hari ini, ada banyak orang di sekeliling kita yang sakit perut karena kekenyangan saat berbuka, tapi di sisi lain ada banyak warga muslim Rohingya di sana merintih karena perutnya lapar tak tahu harus diisi dengan apa.
Saudaraku yang kucintai karena Allah, mari kita segera berbuat sesuatu untuk warga muslim Rohingya yang sedang merintih di luar sana. Bila pemerkosaan itu, pembunuhan yang mereka alami itu, air mata anak-anak mereka yang sudah kering itu, kelaparan dan ketakutan mereka serta darah mereka yang sudah tertumpah itu, tidak mampu menggerakkan hati kita untuk membantu mereka, lalu hal apa lagi yang bisa menggerakkannya…? Apa lagi…?
Saudaraku, bila dalam bulan Ramadhan yang mulia ini, yang Allah telah menjanjikan berjuta lipat ganda pahala, kita tidak mampu mengeluarkan sedikit rizki yang Allah titipkan kepada kita untuk meringankan beban saudara-saudara kita di sana, lalu kapan lagi kita mampu melakukannya…?? Kapan lagi…??
Sungguh setiap tetes darah yang tertumpah dari tubuh-tubuh warga muslim Rohingya itu adalah darah saudara kita. Mari kita tunjukkan pada Allah SWT bahwa apa yang diperintahkan Allah dalam Al Qur’an surat Ali Imran: 103 itu sudah kita laksanakan dengan baik. Sesungguhnya… Allah, rasulNya dan seluruh kaum muslimin akan menjadi saksi atas amal shalih kita itu.
Penulis, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (dakwatuna.com)
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !