
Masalahnya mengapa kasus khalwat marak terjadi? Apa akar permasalahannya, sehingga khalwat marak di sekitar kita? Dari amatan saya sepanjang tahun di Banda Aceh dan Aceh Besar, khalwat terjadi karena tiga faktor: Pertama, gagalnya pendidikan formal. Pendidikan formal di negeri ini dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi tidak mengajarkan ketakutan (baca: kepatuhan) peserta didik kepada Tuhan. Mereka memang diajarkan bahwa khalwat haram dilakukan oleh seorang muslim, tapi karena pengajarannya tidak berorientasi tauhid, maka pengetahuan itu hanya sebatas untuk dapat mengikuti ujian final semata. Tidak untuk diamalkan. Pendidikan kita belum islami.
Kedua, khalwat terjadi dimana-mana karena maraknya kampanye pacaran bebas. Materi pacaran diperoleh melalui berbagai media: media cetak, radio, televisi, internet dan buku bacaan. Terlebih lagi sasarannya adalah anak dan remaja baru gede. Pembelajaran pacaran bebas memang tidak berlangsung sistematis. Alamiah saja. Tapi hal itu sangat membekas dan seakan telah terjadi pembudayaan hidup bebas, tanpa batasan interaksi laki-laki-perempuan. Lihat saja, bagaimana musik yang setiap waktu disiarkan di radio-radio swasta di Banda Aceh dan Aceh Besar, hampir 80% musiknya “mengajarkan” pacaran bebas. Musik telah menjadi “motivator” khalwat.
Ketiga, tertundanya usia pernikahan. Kalau kita berpatokan pada Rasulullah menikah, seharusnya laki-laki telah menikah pada usia 25 tahun. Beberapa faktor yang menyebabkan laki-laki menunda pernikahan, seperti: belum bekerja, tidak cukup biaya, dan khawatir terganggu rencana karier. Demikian juga perempuan, cenderung tidak menikah lebih cepat karena khawatir tidak mampu membiayai keluarga. Juga tidak mendapatkan pasangan yang mapan. Rasionalitas seperti ini, satu sisi memang wajar terjadi di era modern ini, tapi dampaknya, mereka harus menyalurkan kebutuhan seksual melalui khalwat.
0 coment:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !