Headlines News :
Home » » Ikuti Jejak Nabi Ibrahim AS

Ikuti Jejak Nabi Ibrahim AS

Written By MAHA KARYA on Sunday, November 29, 2009 | 11/29/2009

Oleh: Dr. Fauzi Saleh, MA
Ibrahim dikenal dengan hanifan musliman (yang lurus lagi menyerah diri), khalilullah, bapak Tauhid, bapak para nabi dan serentetan laqab lain yang cocok baginya. Banyak peristiwa yang kemudian Ibrahim menjadi figur yang memberikan teladan dan pioner. Ibrahim memang orang yang dekat Allah, dekat dengan manusia dan dekat dengan alam.

Hari ini, orang di seluruh dunia menyaksikan keagungan ibadah haji apalagi bagi yang mampu menunaikanya. Ibrahim telah meninggalkan bukti sejarah dalam syiar haji ini. Bukankah Ibrahim bersama anaknya, Ismail, telah melestarikan dan memugarkan ka’bah. Ibrahim dengan hikmah Ilahiah menempatkan Ismail dan ibunya Hajar berada Mekkah, yang kering kerontang. Hikmah itu pula akhirnya Hajar melakukan lari-lari kecil yang kemudian diabadikan dalam rukun haji, sa’i antara Safa dan Marwah.

Ibrahim selalu meninggalkan hikmah dan jejak yang perlu diikuti. Dia adalah pionir bukan pengekor, dia memberikan tuntunan, tidak tontonan. Karena itulah, mari kita lihat bagaimana jejak Ibrahim yang terukir dalam sejarah, terpatri dalam nurani dan seharusnya diteladani. Said Mahmud menyebutkan beberapa jejak Ibrahim sebagai berikut:

Ibrahim dalam Dakwah

Ibrahim melakukan tahapan-tahapan dakwah: a. Dakwah tauhid kepada orang yang paling dekatnya, yakni ayahnya Azar. Demikian halnya Nabi Muhammad saw menyeru kepada orang terdekat: ”Berilah peringatan kerabatmu yang terdekat”.

Bagaimana dialog Ibrahim dengan ayahnya, Allah mengabadikannya dalam al-Quran:”Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, 'Wahai ayahku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar; tidak melihat, dan tidak menolong kamu sedikitpun. Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai ayahku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa azab dan Tuhan Yang Maha Pemurah, sehingga jadilah kamu kawan syaitan." (QS, Maryam, 19:42-45)

Filosofi ini adalah kesuksesan rupanya harus berangkat dari unit yang paling kecil, yaitu keluarga dan kerabat yang terdekat. Merekalah berikutnya yang akan mendukung dan menyokong aktivitas kita. Pertimbangannya adalah: pertama, dakwah berprinsip pada ibda’ binafsik, mulailah dari dirimu sendiri, termasuk orang-orang yang paling dekat denganmu. Kedua, keluarga sebagai refleksi kemampuan seseorang yang dalam pembinaan akidah, ibadah dan akhlak. Lihatlah keluarga Nabi saw, keharmonisan, saling berbagi dan seterusnya. Di sanalah letak kebahagiaan dan ketentraman.

Berbahasa lembut

Nabi Ibrahim AS sosok manusia yang lembut, penampilan lembut dan berdakwah dengan bahasa yang lembut. Ibrahim menggunakan lafaz ya bunayya(wahai anakku) kepada orang yang berseberangan keyakinan dengannya. Lafaz ini juga menunjukkan ucapan kasih sayang seorang bapak kepada anaknya. Dalam konteksnya dengan kurban, panggilan ini juga bermakna bahwa betapapun cinta seorang bapak kepada anaknya, tetapi kecintaan kepada Allah mesti mengalah segala-galanya.

Pendekatan bahasa lembut ini tetap menjadi kebiasaan Ibrahim termasuk kepada orang yang lebih muda, termasuk kepada anaknya sendiri. Inilah yang diabadikan bagaimana pembicaraan Ibrahim dengan anaknya Ismail yang tergambar dalam al-Shaffat: 102:”Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa Aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Dalam suasana dialogis bapak dengan anak begitu mesra dan rahmah, apa sebenarnya dibalik suasana ini? Tidaklah Ibrahim sangat arif memilih kata. Ibrahim sadar itu perintah Allah yang tidak boleh ditolak, tetapi penyampaian dengan bahasa yang bagus membuat komunikasi menjadi lebih efektif.
Al-Qur’an merekam bagaimana kasarnya jawaban Azar terhadap Dakwah Ibrahim AS: Beranikah engkau menyangkal tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Bertobatlah dari ketololan itu! Kalau tidak, engkau akan dirajam sampai mati. Keluarlah segera dari rumahku.

Akankah Ibrahim meresponnya sekasar yang dilontarkan ayahnya? Ternyata tidak. Sebaliknya Ibrahim menggunakan kata lembut dalam ucapannya: Salam atasmu. Aku akan memohon kepada Tuhanku untuk mengampunimu."

Rasul SAW sendiri mencontohkan hal itu dalam sederetan sirahnya. Itulah yang menjadi catatan penting bagi umat Islam hari ini. Ucapan kita sering membuat orang lain tersinggung, sehingga tidak mengundang simpati, justru sebaliknya: antipati. Islam membawa senyum, bahasanya : salaman – salama. Bahasa mengandung perdamaian dan kasih sayang.

Berhati lembut.
Marilah kita menyimak firman Allah dalam Qs Maryam:46, ”Berkata bapaknya: "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, Hai Ibrahim? jika kamu tidak berhenti, Maka niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah Aku buat waktu yang lama".

Dalam surah tersebut menjelaskan kehebatan akhlak Ibrahim, kekerasan tidak dibalas dengan kekerasan yang serupa, justeru Ibrahim menggunakan bahasa halus dan diplomatis. Itulah namanya ihsan.

Dalam konteks Ibrahim, racun dibalas dengan madu. Rupanya ihsan Ibrahim justeru dibalas dengan kebrutalan kaumnya dengan titik klimaks Ibrahim di lempar ke dalam api. Tetapi Allah Maha Adil, ihsan Ibrahim tidak sia-sia. Allah selamatkan Ibrahim dalam firman-Nya: ”Wahai api, dinginlah kamu dan menjadi keselamatan bagi Ibrahim.”

Panas dalam pandangan orang musyrik berada di dalam api, Ibrahim sendiri merasa nyaman, tenang dan damai. Tidak pernah sia-sia sebuah kebaikan itu.

Dibekali sejak dini
“Dan Sesungguhnya Telah kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah kami mengetahui (keadaan)nya.”

Sebuah perjuangan perlu dibekali sejak dini, ia melalui proses perencanaan yang matang, dituang dalam langkah-langkah yang rasional kemudian baru diwujudkan dalam perbuatan nyata. Ibrahim dibekali dengan pencarian Tuhan untuk menguat sisi keyakinan sehingga tidak mudah berubah dan berbalik haluan.

Bahkan Allah sendiri mengajarkan manusia bagaiaman tahapan-tahapan suatu aktivitas harus dilakukan. Bukankah Allah menciptakan langit dan bumi dalam enam periode padahal Allah Maha Kuasa dengan kun fayakun. Filosofinya adalah Allah mengajarkan kepada manusia bahwa kesuksesan itu harus melalui jalur dan tahapan-tahapan yang sistematis, bukan seperti membalik telapak tangan. Kesuksesan terkait dengan keilmuan, harta benda, dan seterusnya harus melalui proses. Justru proses yang kita lalui merupakan ibadah dan pengabdian. Persiapan sesuatu sejak dini semoga kesuksesan menanti.

Tetap berbuat baik kepada yang berhak dihormati ketika berbeda pendapat dengannya:”Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, Aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya dia sangat baik kepadaku.”

Di sini kelihatan Ibrahim termasuk sosok yang bisa menempatkan diri. Ibrahim tetap menghormati orang tuanya meskipun dia berlawanan dan tidak seakidah dengannya. Menghormati orang yang berbeda pandangan, ras, status sosial bahkan berbeda agama sekalipun adalah sosok yang Ibrahimiyan. Kekerasan dan perangan sekalipun bisa muncul ketika seorang yang tidak menghargai manusia lain.

Berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat dan memberikan maaf adalah peri laku super yang patut diteladani. Bahkan orang yang menyaksikan kejadian itu akan merasa simpati terhadap model-model manusia berakhlak super. Hanya manusia super seperti Ibrahim yang paham dan melaksanakan akhlak super ini.

Tidak putus asa untuk melakukan islah
Ibrahim tidak pernah putus asa meskipun orang yang menolak dakwahnya adalah orang yang paling dekat dengannya. Islah (pembaruan akidah) itu penuh resiko. Bukan Ibrahim diusir dari rumahnya, dimusuhi, dikejar bahkan dibakar hidup-hidup. Apakah dengan demikian, Ibrahim akan meninggalkan aktivitas dakwahnya dan mengikuti kehendak Raja dan kaumnya. Tentu tidak, sekali berbuat ikhlas kapanpun tetap ikhlas kepada Allah swt.

Perjuangan Ibrahim yang panjang rupanya tidak pernah berhenti, tantangan demi tantangan dia hadapi dengan sabar. Ibrahim yakin bahwa kalau berjalan pada rel yang ditetapkan Allah pasti tujuaan akan tercapai. Hal tersebut sesuai dengan kata ahli hikmah:”Kamu harapkan kesuksesan, tapi tidak melalui jalannya, sesungguhnya perahu tidak berlayar di atas pasir.”

Berbuatlah sesuai dengan perencanaan yang matang, tidak pernah berputus asa. Semoga jejak Ibrahim AS menjadi arah kehidupan agar menggapai bahagia dalam kehidupan dan hidup dalam kebahagiaan, Amin.
Khatib, Dosen Fak. Ushuluddin IAIN Ar-Raniry B. Aceh
Share this article :

0 coment:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin