Headlines News :
Home » » Tanggung Jawab Pemimpin dalam Islam

Tanggung Jawab Pemimpin dalam Islam

Written By MAHA KARYA on Friday, October 16, 2009 | 10/16/2009

Oleh: Drs H. A Rahman TB, Lt
”Hai rang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan Bapak-bapak dan Saudara-saudaramu menjadi pemimpin-pemimpinmu jika mereka lebih mengutamakan kekqflran terhadap keimanan, dan siapa saja diantara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. " (Q.S. at Taubah : 23)

"Apabila suatu pekerjaan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya " (H.R. Bukhari)

Ayat dan hadist dimaksud menunjukkan, sosok pemimpin yang diinginkan Islam adalah kriteria pertama beriman. Sungguhpun orang tua atau saudara dekat kita tidak diperkenankan memilih menjadi pemimpin bila mereka bersifat dhalim dan tidak profesional, selain jujur, amanah dan berpengetahuan dan sejumlah kriteria lainnya yang harus dipenuhi untuk menjadi pemimpin yang baik.
Rasulullah SAW pernah menunjuk Ali bin Abi Thalib untuk memimpin peperangan umpamanya, padahal Ali sedang sakit mata, namun Ali memiliki kemampuan fisik dan intelektual yang tinggi selain imannya yang kokoh. Tapi sebaliknya Rasulullah SAW pernah menolak permohonan Abu Dzar Al-Ghiffari untuk menjadi pemimpin karena tinjauan fisik dan intelektualnya lemah, sekalipun ia kokoh imannya.
Memberikan amanah kepada orang yang bukan ahlinya dan tidak profesional secara Islam adalah salah, begitu juga tinjauan manajemen dan leadership yang benar. Pemimpin dalam pandangan Islam mulia dan terhormat selama menjalankan kepemimpinannya itu amanah, jujur, adil dan berbagai sifat baik lainnya yang harus dimiliki.
Di zaman yang maju seperti sekarang ini, keteladanan dan professional seorang peminpin sebagai suatu keniscayaan yang muthlak agar yang dipimpinnya itu berhasil, sekecil apapun pimpinan yang disandangnya. Pemimpin yang semacam ini dibutuhkan tidak hanya untuk memimpin negara, bahkan memimpin sebuah rumah tanggapun menjadi keharusan. Rasulullah bersabda:
"Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggung/awabannya"
Hadis ini menyadarkan kita bahwa betapa sebuah predikat "kepemimpinan" harus dapat dipertanggungjawabkan secara totalitas baik di dunia maupun di akhirat. Format Islam seperti inilah yang dapat menjadikan diri pimpinan itu amanah, adil dan sebagainya dalam mengemban tugas yang diberikan kepadanya. Nilai keiklasan dalam berbuat, bertindak tanpa pamrih duniawi, acapkali dapat menuai hasil yang maksimal dan memuaskan semua pihak. Allah berfirman :
"Sesungguhnya Allah menyerukanmu menunaikan amanah kepadayang berhak (ahlinya), jika engkau menghakimi diantara manusia hendaklah menghakimi secara adil. " (an Nisa : 58)
Amanah dan tidak diskriminatif dalam memimpin sepertinya menjadi modal utama selain berbagai keriteria lainnya yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kriteria-kriteria inilah yang agaknya sudah mulai ditinggalkan dalam kehidupan dewasa ini, yang akhirnya menjadi gagal dan rusak dalam menata hidup ini. Kejayaan pemimpin masa lalu pada umumnya adalah mengaplikasikan sifat-sifat mulia itu dalam memimpin, segala sesuatu yang dilakukannya adalah karena kebutuhan bukan dasar keinginan, selalu mengkaitkan dengan azaz manfaat dan berhasil guna. Atas dasar ini pula dimensi kualitas dan sumber daya, umumnya diukur dengan : kepribadian, kreatifitas, produktifitas serta komitmen sosialnya dibutuhkan rekayasa pengembangan sumber daya manusia sebagai calon-calon pemimpin yang handal dan madani di masa mendatang.
Spiritualitas yang bersumber pada keimanan dan kesadaran religius akan memberi konstribusi yang besar terhadap pengembangan kepribadian dalam rangka peningkatan kwalitas sumber daya kepemimpinan seseorang. Pemimpin yang beriman dan intelektualnya memadai, akan memiliki kesadaran tinggi, memahami potensi rohaninya, mampu mengolah dinamika bathinnya, mengendalikan sikap dan perilakunya dalam kehidupan individual dan sosialnya. Pemimpin seperti inilah mempunyai parameter lain diluar materi dalam melaksanakan pekerjaan dan menempuh kehidupannya.
"Demi Allah kami tidak akan mengangkat seseorang dalam suatu jabatan, apabila orang yang meminta atau ambisi pad ajabatan tersebut" (H.R. Bukhari dan Muslim)
"Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu" (al-Hujurat: 13).
Kesuksesan seseorang pada era globalisasi ini banyak dinilai dari keberadaan dan status sosial ekonominya. Orang disebut sukses sering kali hanya diukur dengan perhitungan materi dan kekayaan duniawi. Padahal bisa jadi orang tersebut di mata Allah dianggap sebagai orang yang gagal dan terkecoh dalam glamaournya duniawi. Sementara untuk menjadi orang yang dekat dan dicintai Allah harus ada upaya dengan sekuat tenaga membangun rohaninya dengan beribadah, beramal saleh serta membangun fisik dengan menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dikendalikan oleh akhlak mulia. Disinilah Islam memberikan gambaran dan menawarkan solusi bahwa manusia akan mendapat kebahagiaan pada zaman apapun jika hidupnya bermakna dan bermanfaat. Sabda rasul :sebaik-baiknya manusia adalah orang orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Allah berfirman :"Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (sia-sia) saja dan bahwa kamu tidak dikembalikan kepada kami? ". (al Mukminun : 115).
Pertanyaan Allah itu adalah merupakan pelajaran paling berharga dalam menata diri sebagai orang per orang maupun seorang pemimpin umat agar menyadari siapa sebetulnya kita ini? untuk apa kita hidup? dan akan kemana akhirnya kita menuju? Dengan demikian seorang pemimpin tidak hanya menjadi "mau'idhah hasanah" tetapi juga menjadi "uswah hasanah". Allah berfirman :
"danjanganlah kalian seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada din mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasik" (Q.S. Al Hasyar : 19)
Melalui khutbah singkat ini kita juga diajak untuk senantiasa memikirkan kembali untuk dapat berbuat lebih baik lagi, baik dalam kapasitas sebagai pemimpin, keluarga, guru, pekerja, dan cendikiawan muslim. Hal tersebut karena kita tidak dapat lepas dari pertanggungjawaban masalah penipisan iman dan moral umat saat ini, di samping itu banyak hal yang membutuhkan keikutsertaan kita dalam menangani pemberdayaan ummat kalau kita memang menginginkan kondisi lebih maju dan lebih baik lagi.
Khatib, Kakanwil Depag Aceh
Share this article :

1 comment:

  1. kalau boleh khatibnya jangan ada atau berasal dari pejabat

    ReplyDelete

Saran Masukan silahkan Anda kirim. Redaksi amat senang menerimanya.

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Alamat:Komplek Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. - Kontak. Telp:+62852 8244 0074 - Email: gema_btr@yahoo.co.id
Copyright © 2014. Gema Baiturrahman Online - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template Editing by Saifuddin